Kamis 14 Aug 2025 07:33 WIB

Kontras dan Amnesty Kritik Pembangunan Markas Baru Kopassus di Papua, ’Awetkan Kekerasan Bersenjata’

Warga Papua selama ini sudah resisten dengan keberadaan angkatan bersenjata.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Sejumlah prajurit Kopassus bersiap mengusung jenazah Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua Mayjen Anumerta I Gusti Putu Danny Karya Nugraha untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, Selasa (27/4/2021). Kabinda Papua tersebut gugur akibat tertembak oleh Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua saat bertugas di Kampung Dambet, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Minggu (25/4/2021).
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Sejumlah prajurit Kopassus bersiap mengusung jenazah Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua Mayjen Anumerta I Gusti Putu Danny Karya Nugraha untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, Selasa (27/4/2021). Kabinda Papua tersebut gugur akibat tertembak oleh Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua saat bertugas di Kampung Dambet, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Minggu (25/4/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto diminta mengevaluasi ulang pembentukan markas Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di Papua. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai pembangunan Grup-6 Kopassus di Timika, Papua Tengah hanya akan mengawetkan kekerasan bersenjata di Bumi Cenderawasih.

Pengerahan satuan tempur elite Baret Merah Angkatan Darat (AD) itu menunjukkan pemerintahan Presiden Prabowo yang mulai mengambil opsi militerisme dalam penuntasan masalah di Bumi Cenderawasih.

Baca Juga

Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya mengingatkan Presiden Prabowo mengambil risiko yang tinggi dalam pembentukan markas khusus Kopassus di Papua itu. Karena menurutnya, tanpa kehadiran Kopassus sekalipun masyarakat di Papua sudah resisten dengan kehadiran ribuan personel militer Indonesia. Menurut Dimas, dengan menghadirkan Kopassus yang permanen di wilayah konflik tersebut, bakal mengeraskan ketakutan warga Papua di tanah kelahirannya sendiri.
 
Kita tahu bahwa Komando Pasukan Khusus (Kopassus) ini adalah pasukan elite tempur TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang fungsi dan tugasnya adalah untuk operasi militer perang,” kata Dimas saat dihubungi, Rabu (13/8/2025).
 
Pembentukan Grup-6 Kopassus di Timika, Papua Tengah tersebut, kata Dimas mendegradasi jalan dialog dalam perspektif pembangunan dan kesejahteraan yang selama ini diandalkan paling relevan  untuk mengakhiri konflik bersenjata di Papua. “Dengan adanya markas Kopassus ini, sudah menunjukkan bahwa memang terjadi perubahan perspektif oleh pemerintah pusat, atas penyelesaian masalah di Papua,” ujar Dimas.
 
“Dari yang tadinya kita harapkan terus dilakukan dialog, menjadi pendekatan militerisme,” sambung Dimas.
 
Pendekatan militerisme dengan mengerahkan Kopassus tersebut, kata Dimas, bukan tanpa risiko. Menurutnya, Kopassus punya reputasi yang negatif di level internasional sebagai salah-satu satuan militer yang kerap mengabaikan hak asasi manusia (HAM) dalam setiap operasinya.
 
Dimas mencontohkan, penilaian negatif internasional terhadap Kopassus dalam masalah Timor-Timor. Di Papua, kata Dimas, reputasi internasional Kopassus juga negatif dengan catatan-catatan kekerasan dan pelanggaran-pelanggaran HAM terhadap masyarakat biasa.
 
Risiko paling tinggi dengan pengerahan permanen Kopassus di wilayah Papua, hanya akan membuat perlawanan kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) semakin keras. Menurut Dimas, mengerasnya perlawanan kelompok separatis bersenjata OPM di Papua dengan kehadiran Kopassus di wilayah tersebut, hanya bakal menjadikan warga biasa sebagai korban.
 
“Menurut saya, cara-cara pengerahan militer di Papua seperti ini hanya untuk memperpanjang skenario konflik bersenjata di Papua. Dan itu hanya akan memperpanjang catatan-catatan buruk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh TNI di Papua. Dan yang paling jelas, ini hanya akan membawa korban masyarakat sipil,” ujar dia. 
 
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement