Rabu 13 Aug 2025 19:00 WIB

Pegiat HAM Kritisi Pembangunan Enam Kodam dan Markas Baru Kopassus Termasuk di Papua

TNI dinilai sedang mengakselerasi peran militer di ranah sipil.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Presiden RI Prabowo Subianto (kedua kiri) didampingi Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin (kiri), Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto (kedua kanan) dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (kanan) beserta jajaran saat Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Lapangan Udara Suparlan Pusdiklatpassus, Batujajar, Bandung Barat, Jawa Barat, Ahad (10/8/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Abdan Syakura
Presiden RI Prabowo Subianto (kedua kiri) didampingi Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin (kiri), Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto (kedua kanan) dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (kanan) beserta jajaran saat Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Lapangan Udara Suparlan Pusdiklatpassus, Batujajar, Bandung Barat, Jawa Barat, Ahad (10/8/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pembangunan enam Komando Daerah Militer (Kodam) baru oleh Presiden Prabowo Subianto dinilai sebagai penguatan dan upaya mengembalikan dominasi peran tentara di tengah-tengah masyarakat. Setara Institute mengatakan hal tersebut bertentangan dengan Undang-undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) 2024 yang mengatur soal penempatan pembangunan TNI hanya untuk pertahanan negara.

Dalam pembangunan markas teritorial itu, Presiden Prabowo, turut membangun markas-markas baru Korps Komando Pasukan Khusus (Kopassus), termasuk di wilayah konflik bersenjata di Papua. Hendardi menerangkan, mengacu pidato Presiden Prabowo akhir pekan lalu (12/8/2025) ada 162 satuan militer baru yang resmi terbentuk.

Baca Juga

Enam Kodam baru, dan 20 Brigade Teritorial Pembangunan, serta 100 Batalyon Teritorial Pembangunan. Enam komando teritorial tersebut di antaranya Kodam XIX Tuanku Tambusai yang meliputi Riau dan Kepuluan Riau; Kodam XX Tuanku Imam Bonjol yang meliputi Sumatera Barat dan Jambi; Kodam XXI Radin Inten yang meliputi wilayah Lampung dan Bengkulu.

Selanjunya Kodam XXII Tambun Bungai yang meliputi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan; dan Kodam XXIII Palaka Wira meliputi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat; terakhir Kodam XXIV Mandala Trikora di Merauke, Papua Selatan. “Pembentukan satuan-satuan baru TNI tersebut bukan hanya bertentangan dengan pembangunan postur TNI, tetapi juga mengakselerasi peran-peran militer di ranah sipil,” kata Hendardi melalui pesan singkat yang diterima Rabu (13/8/2025).

Karena kata Hendardi, mengacu penjelasan resmi TNI Angkatan Darat (AD) dikatakan pembangunan dan pembentukan satutan-satuan baru itu bukan untuk pertahanan. “Kepala Dinas Penerangan TNI AD menjelaskan, bahwa pembentukan batalyon-batalyon tersebut disiapkan bukan untuk bertempur (pertahanan), melainkan untuk menjawab kebutuhan di tengah-tengah masyarakat, yang dikatakan mulai dari kebutuhan ketahanan pangan, hingga pelayanan kesehatan,” ujar Hendardi.

Penjelasan dari TNI AD itu, kata Hendardi, mengindikasikan pengerahan masif personel militer oleh Presiden Prabowo tersebut agar tentara kembali mendominasi dalam struktur sosial dan politik di masyarakat. “Langkah ini dapat dilihat sebagai bentuk penguatan militerisme, yakni orientasi politik dan sosial yang menempatkan militer sebagai institusi dominan dalam kehidupan bernegara yang demokratis, serta habituasi peran-peran militer di luar bidang pertahanan,” ujar Hendardi.

Padahal, kata Hendardi mengacu sistem militer di Indonesia, Pasal 11 ayat (2) UU TNI 2004 mengatur soal postur TNI yang dibangun dan dipersiapkan hanya untuk pertahanan negara. Dalam penjelasan pasal tersebut, Hendardi melanjutkan, ada penekanan bahwa dalam pelaksanaan penggelaran kekuatan TNI harus menghindari bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan polirik praktis, dan penggelarannya tidak selalu mengikuti struktur administrasi pemerintahan.

"Dan dalam hal ini, penambahan Kodam-Kodam baru mengikuti struktur administrasi pemerintahan yang memberikan peluang bagi TNI untuk mendekati peran-peran sipil di daerah,” ujar Hendardi.

Setara Institute, kata Hendardi juga menyoroti soal kebutuhan pembentukan markas-markas teritorial militer tersebut. Karena mengacu pada Pasal 11 ayat (2), kata Hendardi pembangunan dan penggeleran kekuatan TNI melalui pembentukan struktur-struktur baru di wilayah harus mengutamakan pada daerah dengan klasifikasi tertentu.

“Amanat UU TNI dalam Pasal 11 ayat (2) disebutkan bahwa pembangunan dan pembentukan struktur komando teritorial seharusnya memperhatikan, dan mengutamakan wilayah-wilayah seperti rawan keamanan, di daerah perbatasan, daerah yang rawan konflik bersenjata, dan pulau-pulau terpencil sesuai dengan kondisi geografis dan strategis pertahanan,” kata Hendardi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement