REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Ria Norsan menyampaikan duka cita mendalam atas peristiwa meninggalnya seorang warga di Desa Tempurukan, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang. Mendiang diduga wafat akibat dampak dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah setempat.
"Kejadian tersebut diketahui pada Senin (28/7/2025) dan perlu saya klarifikasi bahwa korban bukan petugas pemadam, melainkan warga yang secara pribadi membakar lahannya sendiri," ujar Gubernur Ria Norsan di Pontianak, Kalbar, Jumat (1/8/2025).
Norsan menjelaskan, berdasarkan kronologi yang diperolehnya, bahwa yang bersangkutan membakar ladang miliknya sendiri. Hal itu dilakukannya tanpa sepengetahuan petugas.
Alhasil, warga Kabupaten Ketapang itu lantas terkepung asap. Hingga akhirnya, yang bersangkutan ditemukan sudah dalam keadaan tak bernyawa.
"Jadi, bukan karena sedang memadamkan api, tapi karena perbuatannya sendiri," ucap Gubernur Ria menuturkan.
Berdasarkan informasi kronologis dari petugas di lapangan, sekitar pukul 16.50 WIB anggota tim monitoring karhutla menerima laporan, istri korban terlihat berlari ke arah area kebakaran. Sebab, perempuan itu khawatir bila sang suami masih berada di kebun milik mereka yang sedang dibuka dengan cara dibakar.
Tim kemudian menemukan korban dalam posisi telungkup. Dengan segera, mereka menghubungi aparat kepolisian serta menyiapkan ambulans untuk proses evakuasi. Pada pukul 17.17 WIB, korban berhasil dievakuasi dan dibawa ke RSUD dr Agoesdjam Ketapang untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Sebelumnya, sekitar pukul 12.00 WIB, korban sempat menghubungi istrinya dan menyampaikan kondisi tubuhnya sudah kelelahan.
Menanggapi kejadian tersebut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Hanif Faisol Nurofiq menegaskan, pihaknya akan mendorong aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus-kasus kebakaran lahan secara pidana. Terlebih lagi jika luasan kebakaran yang terjadi cukup signifikan.
"Dengan luasan kebakaran yang mencapai 149 hektare, hal ini harus didalami secara serius. Kami juga akan berkoordinasi dengan Gubernur dan Kapolda Kalbar untuk memastikan langkah penegakan hukum berjalan maksimal," kata Hanif, dilansir Antara.
Ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak melakukan pembakaran lahan meskipun dalam skala kecil. Tindakan itu dinilai berbahaya, terutama selama puncak musim kemarau yang diperkirakan berlangsung hingga akhir September 2025.
"Secara normatif, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 memang memberikan ruang pembakaran terbatas hingga dua hektare. Namun dalam situasi darurat, seperti musim kemarau, aturan tersebut tidak berlaku. Peraturan daerah tidak bisa mengesampingkan undang-undang nasional," katanya.