Rabu 16 Jul 2025 18:41 WIB

Kebijakan Satu Kelas 50 Siswa di Jabar Mulai Berjalan, Begini Cerita Pihak Sekolah di Depok

Program yang relatif mendadak itu dinilai sempat membuat sejumlah orang tua rugi.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Mas Alamil Huda
Suasana belajar-mengajar di SMAN 15 Depok. Pemprov Jabar mulai memberlakukan kebijakan menambah jumlah siswa di satu kelas jenjang SMA/SMK menjadi 50 orang pada tahun ajaran 2025-2026.
Foto: MgRoL159
Suasana belajar-mengajar di SMAN 15 Depok. Pemprov Jabar mulai memberlakukan kebijakan menambah jumlah siswa di satu kelas jenjang SMA/SMK menjadi 50 orang pada tahun ajaran 2025-2026.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) mulai memberlakukan kebijakan menambah jumlah siswa di satu kelas jenjang SMA/SMK menjadi 50 orang pada tahun ajaran 2025-2026. Kebijakan itu diberlakukan sebagai bagian dari program pencegahan anak putus sekolah (PAPS) dalam seleksi penerimaan murid baru (SPMB) Jabar.

Republika mencoba mendatangi salah satu sekolah negeri di Depok untuk melihat langsung pelaksanaan kebijakan yang diinisiasi oleh Gubernur Jabar Dedi Mulyadi itu. Namun, saat ini proses kegiatan belajar mengajar (KBM) untuk siswa yang baru masuk belum berjalan efektif, mengingat para siswa kelas X masih melaksanakan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).

Baca Juga

Hubungan Masyarakat (Humas) SMAN 6 Depok, Syahri Ramadhan menilai, program PAPS itu memiliki tujuan yang baik, yaitu agar tidak ada anak yang putus sekolah. Karena adanya program itu, kuota SPMB di SMAN 6 Depok ikut mengalami penambahan dari semula 324 menjadi 450 siswa untuk sembilan rombongan belajar (rombel) atau kelas.

"Kami di SMA Negeri 6 Depok itu juga telah melaksanakan PAPS ini sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) yang sudah disampaikan melalui Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat," kata dia kepada Republika, Rabu (16/7/2025).

Menurut dia, sesuai juklak yang ada, para siswa yang diterima melalui program PAPS itu adalah residu dari para pendaftar SPMB yang memang belum diterima pada SPMB tahap 1 maupun tahap 2. Namun, pihaknya tetap mengutamakan siswa yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu.

"Kami utamakan warga-warga terdekat dari sekolah dan juga yang tidak mampu. Jadi dua itu ya beririsan antara warga yang terdekat dari sekolah sekaligus juga warga yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu," kata dia.

Syahri mengakui, ada sejumlah calon siswa dari keluarga tidak mampu yang tidak diterima di SMAN 6 Depok lantaran domisilinya berada cukup jauh dari sekolah. Para calon siswa itu kemudian disarankan untuk mengikuti program PAPS ke sekolah negeri yang lebih dekat dari rumahnya.

Ia menilai, apabila calon siswa itu dipaksakan diterima di SMAN 6 Depok, hal itu justru akan menimbulkan masalah baru. Pasalnya, siswa itu nantinya akan kesulitan masalah jarak yang jauh dari sekolah.

"Karena kalau ke SMA 6 malah kasihan, akan menimbulkan permasalahan baru. Transportasinya ya kan, ongkosnya dia harus menuju ke sekolah pulang pergi, itu akan membebani lagi, menjadi masalah baru," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement