Rabu 16 Jul 2025 19:03 WIB

Kebijakan Dedi Mulyadi Tetapkan 50 Siswa dalam Satu Kelas, Begini Sikap PGRI

Dudung menyinggung agar masyarakat tidak hanya mengejar sekolah negeri.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Suasana belajar-mengajar di SMAN 15 Depok. Pemprov Jabar mulai memberlakukan kebijakan menambah jumlah siswa di satu kelas jenjang SMA/SMK menjadi 50 orang pada tahun ajaran 2025-2026.
Foto: MgRoL159
Suasana belajar-mengajar di SMAN 15 Depok. Pemprov Jabar mulai memberlakukan kebijakan menambah jumlah siswa di satu kelas jenjang SMA/SMK menjadi 50 orang pada tahun ajaran 2025-2026.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menanggapi Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang menerbitkan kebijakan menambah jumlah siswa per kelas di jenjang SMA hingga maksimal 50 orang. PGRI mengusulkan agar pemerintah membantu pembiayaan siswa di sekolah swasta ketimbang menumpuk siswa di sekolah negeri.

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar PGRI Dudung Abdul Qodir menyampaikan KDM memilih diskresi kebijakannya di luar kebiasaan terkait kelola tata kelola pendidikan. Dudung mengamati hal itu dilandasi kebutuhan masyarakat Jabar untuk memilih sekolah di negeri sangat tinggi.

Baca Juga

"KDM juga berjanji tidak akan lama lagi akan menyiapkan sarana prasarana yang lebih untuk menambah jumlah siswa dalam kelas. Ya kita pegang janji beliau," kata Dudung kepada Republika, Rabu (16/7/2025).

Tapi Dudung menyinggung agar masyarakat tidak hanya mengejar sekolah negeri. Kondisi itulah yang menyebabkan sekolah negeri tak bisa menampung semua siswa. Sebagai solusi, Dudung menawarkan mereka memilih sekolah swasta tapi biayanya dibantu negara.

"Solusi itu adalah bagaimana kita mendorong bahwa sekolah itu kepada masyarakat tidak negeri minded. Jadi beri ruang kepada swasta untuk menerima siswa-siswa yang tidak masuk ke sekolah negeri karena keterbatasan sekolah negeri," ujar Dudung.

"Nah itu yang jadi tawaran solusi dari PGRI adalah bagaimana mendorong negara hadir di sekolah swasta bagi siswa-siswa yang kebetulan tidak mampu. Jadi negara membiayai dibanding harus menyiapkan ruang kelas baru, guru baru. Itu lebih mahal," lanjut Dudung.

Dudung juga menekankan pentingnya pendidikan gratis di sekolah swasta. Soal hal ini sudah diketok Mahkamah Konstitusi (MK) agar pemerintah membiayai sekolah swasta tapi baru sampai jenjang SMP. Namun pemerintah pusat belum memberi sinyal bakal mematuhi putusan MK itu.

"Jadi komunikasikan dengan orang tua (sekolah) di swasta pun bisa. Bisa gratis melalui kerja sama antara pemerintah daerah dan sekolah swasta. Sehingga ini akan memajukan sekolah negeri dan sekolah swasta," ucap Dudung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement