Jumat 04 Jul 2025 06:37 WIB

Mantan Menlu Bicara Pentingnya Posisi Dubes AS

Dulu saat saya dan presiden menetapkan dubes, kami sepakati dulu apa misi kita.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu), Hassan Wirajuda.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu), Hassan Wirajuda.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Mantan menteri luar negeri (menlu) Hassan Wirajuda menyampaikan, tiga hal yang perlu diperhatikan pemerintah untuk mengisi posisi duta besar (dubes) di berbagai negara. Apalagi, dubes tersebut untuk pos sepenting negeri Paman Sam.

"Saya tidak hanya bicara dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tapi juga sebelumnya Presiden Joko Widodo, pertama adalah perlu menempatkan orang yang memadai untuk tugasnya, sesuai dengan medan yang dihadapi," kata Hassan saat ditemui di Beijing, China, Rabu (2/7/2025).

Baca Juga

Pada Senin (30/6/2025), Menlu Sugiono dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI dikritik karena banyaknya dubes di berbagai negara penting yang masih kosong. Sejumlah posisi dubes Indonesia yang kosong berada di Amerika Serikat (AS), Jerman, Korea Utara, Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Markas PBB Jenewa dan Markas PBB New York. Kemudian, Dubes RI untuk Meksiko, Afghanistan, Azerbaijan, Libya, Madagaskar, Myanmar dan Polandia.

"Dulu saat saya dan presiden menetapkan dalam penugasan dubes, kami sepakati dulu apa misi kita di satu negara untuk 3-5 tahun ke depan. Kondisi negara tujuan itu pasti berubah jadi kami analisa apa kepentingan nasional kita untuk 3-5 tahun ke depan," ucap Hassan.

Kedua, kata menlu periode 2001-2009 tersebut, pemerintah perlu menetapkan kepentingan nasional yang harus dicapai termasuk analisis kriteria dubes seperti apa yang diperlukan untuk menjalankan tugas tersebut. "Ketiga baru kita bicara orangnya siapa. Jadi sangat sistematis, dan tentu perlu memahami misi Indonesia di negara tersebut," ungkap Hassan.

Dengan kekosongan posisi dubes, sambung dia, hal itu dapat menumpulkan ujung tombak diplomasi Indonesia. "Ujung tombak diplomasi ada di perwakilan-perwakilan Indonesia di berbagai negara," kata Hassan.

Kekosongan dubes Indonesia di AS, menurut Hassan, mengakibatkan tumpulnya diplomasi Indonesia terhadap AS. Apalagi, kata dia, saat ini Indonesia menghadapi penerapan tarif unilateral AS.

"Pos sepenting Washington DC mutasinya juga sangat cepat, dubes di sana bertugas sebentar saja, ada yang 6 bulan, 1 tahun sudah ditarik pulang, mungkin AS berpikir Indonesia menganggap apa AS? Karena beda dengan pos di negara lain, dubes di Washington tidak hanya berhubungan dengan pemerintah tapi juga dengan kongres, ratusan 'think-tank', universitas dan masyarakatnya yang kritis," jelas Hassan.

Dia pun menilai, posisi dubes di Washington DC harus diisi oleh orang yang cakap dalam diplomasi, dan bukan hanya untuk pertimbangan politis. "Termasuk sekarang menghadapi persoalan mengenai tarif, tidak punya yang mampu menjadi yang terdepan. Memang ada delegasi dari Jakarta, dipimpin oleh menteri koordinator, tapi siapa yang mempersiapkan pertemuan dan menindaklanjuti hasil pembicaraan? Tidak ada karena kekosongan duta besar," ungkap Hassan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement