REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR — Universitas Hasanuddin (Unhas) resmi masuk dalam jajaran 1.000 besar universitas dunia versi QS World University Rankings (QS WUR) 2026. Capaian ini menandai lompatan signifikan dalam reputasi akademik Unhas secara global setelah sebelumnya berada di posisi 1001-1200 pada tahun 2022 sampai 2025.
Dalam rilis terbaru, Unhas berhasil menembus peringkat 951 dunia.
"Kalau melihat tren sebelumnya, kita naik 40 peringkat per tahun. Maka secara prediktif, butuh tiga tahun lagi untuk tembus Top 1000. Tapi ternyata capaian itu datang lebih cepat. Ini bukan kebetulan, tapi hasil dari strategi yang tepat," kata Rektor Unhas, Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, M.Sc., di Makassar, Kamis (20/6).
Masuknya Unhas dalam Top 1000 QS WUR membawa dampak besar, bukan hanya dari sisi akademik, tetapi juga dalam aspek reputasi, kepercayaan mitra internasional, dan gengsi kelembagaan. Pemeringkatan global seperti QS WUR menjadi salah satu barometer utama dalam dunia pendidikan tinggi, yang digunakan oleh calon mahasiswa, mitra kerja sama, donor, bahkan lembaga akreditasi internasional.
"QS itu seperti indeks kepercayaan dalam dunia perguruan tinggi global. Kampus yang masuk Top 1000 akan lebih dilirik oleh mahasiswa asing, peneliti luar negeri, hingga dunia industri internasional. Ini bukan soal peringkat semata, tapi soal positioning di panggung dunia," ujar Prof. Jamaluddin Jompa.
Capaian ini juga menempatkan Unhas sejajar dengan universitas ternama dari Indonesia yang selama ini didominasi kampus di Pulau Jawa, seperti UI, UGM, ITB, Unair, IPB, dan Undip. Dalam daftar QS WUR 2025, Unhas tertinggi di luar Pulau jawa.
Direktur Reputasi Unhas, Prof. Dr. Ir. Rohani Ambo Rappe, MSi. menjelaskan bahwa ada tiga indikator penting yang menjadi fokus pembenahan Unhas: jumlah publikasi dan sitasi ilmiah, mahasiswa internasional, serta keberadaan dosen asing. Tiga indikator inilah yang banyak memengaruhi skor QS.
“Awalnya kita lemah di publikasi. Tapi sekarang, melalui Thematic Research Group (TRG), para dosen—khususnya profesor—diwajibkan membangun kolaborasi riset internasional. Hasilnya mulai terlihat: publikasi meningkat, kerja sama makin luas, dan reputasi kampus terangkat,” kata Prof. Rohani.
Strategi internasionalisasi juga diubah. Jika dulu kampus menanggung penuh biaya hidup mahasiswa asing, kini Unhas menawarkan beasiswa tuition fee saja. “Kita tawarkan ke duta besar negara sahabat: kuliah gratis di Unhas, asal biaya hidup ditanggung. Responsnya bagus, lebih efisien, dan tetap meningkatkan eksposur internasional,” tambahnya.
Poin lain adalah kehadiran dosen asing. Melalui TRG, kolaborasi riset membuka jalan agar akademisi luar negeri bisa datang, mengajar, dan tinggal beberapa waktu di Makassar. “Ini yang kita dorong terus. Karena indikator QS juga mempertimbangkan keberagaman dosen dan mobilitas internasional,” kata Prof. Jamaluddin.
Sejauh ini, rumpun yang paling produktif adalah ilmu lingkungan, kesehatan, dan pertanian—mulai dari kehutanan, kelautan, peternakan, hingga kedokteran, farmasi, dan kesehatan masyarakat.
Bagi Prof. Jamaluddin, pencapaian ini bukan sekadar soal angka. “Kita ingin membangun universitas yang berkelas dunia tapi tetap membumi. Reputasi itu penting, karena membuka lebih banyak akses: akses kerja sama, akses teknologi, akses pengetahuan. Dan pada akhirnya, akan kembali ke masyarakat,” tutupnya.