Ahad 12 Oct 2025 18:45 WIB

Pengamat Tuding AFC Sarang Mafia, Wasit Jadi Boneka Timur Tengah

Zaid Tahseen menyikut Kevin Diks di kotak penalti.

Rep: Fitriyanto/ Red: Israr Itah
Pemain Irak Zaid Tahseen (kanan) ditantang oleh penyerang Indonesia Mauro Zijlstra dalam pertandingan sepak bola babak keempat Grup B kualifikasi Piala Dunia 2026 antara Irak dan Indonesia di Stadion Alinma Bank, King Abdullah Sports City, Jeddah, Arab Saudi, Ahad (12/10/2025) dini hari WIB.
Foto: AP Photo/Ali Issa
Pemain Irak Zaid Tahseen (kanan) ditantang oleh penyerang Indonesia Mauro Zijlstra dalam pertandingan sepak bola babak keempat Grup B kualifikasi Piala Dunia 2026 antara Irak dan Indonesia di Stadion Alinma Bank, King Abdullah Sports City, Jeddah, Arab Saudi, Ahad (12/10/2025) dini hari WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekalahan Timnas Indonesia dari Irak dalam lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026 bukan sekadar soal skor. Bagi pengamat sepakbola senior, Fritzs Simandjuntak, laga di Stadion King Abdullah Sports City, Sabtu (11/10/2025) waktu setempat, adalah potret kelam sepakbola Asia yang dikendalikan oleh tangan-tangan kotor.

“Sudah saatnya kita buka mata. AFC bukan lagi federasi, tapi sarang mafia sepak bola. Wasit-wasitnya bukan pengadil, tapi operator pesanan dari kekuasaan Timur Tengah,” tegas Fritzs di Jakarta, Ahad (12/10/2025).

Baca Juga

Target kritik utama Fritzs adalah wasit asal Cina, Ma Ning, yang memimpin laga Indonesia vs Irak. Keputusan-keputusannya dinilai absurd, penuh kejanggalan, dan merugikan skuad Garuda.

Fritz merinci pada injury time, Zaid Tahseen menyikut Kevin Diks di kotak penalti. Kartu merah diberikan ke Tahseen, tapi penalti? Tidak. Ma Ning justru menyalahkan Diks karena dianggap memancing emosi lawan.

Sebelumnya, Tahseen juga lolos dari kartu merah saat melanggar Ole Romeny sebagai pemain terakhir. VAR? Tidak digunakan. Hanya kartu kuning.

Bahkan, protes keras dari manajer timnas, Sumardji, berujung kartu merah. Tapi pertanyaan besarnya, kenapa VAR tak pernah menyala sepanjang laga yang penuh tensi?

Fritzs menduga Ma Ning bertugas dengan “kompensasi khusus”. “Wasit ini tidak independen. Dia bertugas dengan agenda. Bahkan salah seorang tokoh wasit FIFA asal Jepang menyebut Ma Ning sudah menerima perintah sebelum laga dimulai. Tidak ada VAR digunakan dalam laga seketat itu? Itu bukan kelalaian, itu sabotase,” tegasnya.

Track record Ma Ning pun bukan tanpa noda. Di final Piala Asia 2023, ia memberi tiga penalti untuk Qatar saat melawan Yordania. Hasilnya? Qatar juara. “Itu bukan kebetulan. Itu pola,” kata Fritzs.

Lebih jauh, Fritzs menyebut AFC telah menjadi alat kekuasaan Timur Tengah. “Wasit bisa disuap, diarahkan, dan dikendalikan. Ini bukan sekadar merusak pertandingan, tapi menghancurkan masa depan sepakbola Asia. Kita makin tertinggal dari Eropa, Amerika Latin, bahkan Afrika.” 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement