REPUBLIKA.CO.ID, SENTANI - Akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen) Provinsi Papua Marlina Flassy menyebut sagu sebagai simbol jati diri Orang Asli Papua (OAP). Marlina mengatakan, komoditas sagu bukan sekadar bahan pangan tetapi mengandung filosofi hidup, pengetahuan lokal, dan narasi ekologis yang diwariskan antargenerasi.
"Sagu itu bukan hanya makanan, ia hidup di air, di tanah basah. Semua bagiannya memiliki makna besar bagi kita orang Papua," katanya, di Sentani, Sabtu (31/5/2025).
Menurut Marlina, pembangunan Papua harus berbasis kebudayaan lokal. Makanan khas seperti sagu, keladi, dan ubi menjadi simbol kedaulatan, baik pangan, identitas, maupun spiritualitas.
"Inilah makanan khas orang Papua. Tetapi kita butuh kebijakan dan badan khusus untuk melindungi dan mengembangkannya," ujarnya.
Dia menjelaskan, sekolah adat memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan nilai-nilai lokal. Pendidikan non-formal sangat penting untuk tumbuh dari komunitas, di mana orang tua mengajarkan cara hidup selaras dengan alam, termasuk mengolah sagu.
"Di tengah arus globalisasi nilai-nilai dalam makanan tradisional terancam tergeser, menjaga sagu berarti menjaga jati diri dan martabat Papua," katanya lagi.
Tokoh Adat Kampung Yoboi (Ondoafi) Ramses Wally menambahkan, sagu bukan hanya pangan, melainkan simbol hubungan spiritual antara manusia, alam, dan leluhur. "Sagu itu bukan milik individu, ia miliki komunitas. Kami tidak bisa sembarangan menebang sagu, ada aturan adatnya, ada ritualnya, itulah cara kami menghormati leluhur," katanya.