Senin 07 Apr 2025 16:54 WIB

Jurnalis Dibunuh Tentara di Kalsel, Komnas Perempuan Sebut Ada Indikasi Femisida

Komnas Perempuan mengecam pembunuhan yang dialami oleh jurnalis Juwita.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
 Barang bukti mobil bernomor polisi DA 1256 PC, yang diduga digunakan prajurit TNI AL menghabisi nyawa jurnalis asal Banjarbaru kini berada di Mako Denpomal Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (2/4/2025).
Foto: Antara/Tumpal Andani Aritonang
Barang bukti mobil bernomor polisi DA 1256 PC, yang diduga digunakan prajurit TNI AL menghabisi nyawa jurnalis asal Banjarbaru kini berada di Mako Denpomal Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (2/4/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan mengecam pembunuhan yang dialami oleh jurnalis Juwita. Komnas Perempuan menilai kematian Juwita yang jasadnya ditemukan pada 22 Maret 2025 di Banjarbaru, Kalimantan Selatan itu layak dikategorikan sebagai femisida.

Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor menyebut dalam kasus tersebut indikasi femisida sangat kuat. Yaitu adanya pembunuhan terhadap perempuan karena jenis kelamin atau gendernya dan sebagai akibat eskalasi kekerasan berbasis gender yang dialami sebelumnya oleh korban.

Baca Juga

"Ada dugaan bahwa korban mengalami kekerasan seksual berulang sebelum dibunuh oleh terduga pelaku yang merupakan prajurit TNI Angkatan Laut (AL) Kelasi I Jumran (J)," kata Maria kepada wartawan, Senin (7/4/2025).

Komnas Perempuan memandang penting penanganan kasus pembunuhan Juwita secara transparan dan akuntabel untuk mengungkap penyebab kematian. Termasuk ada atau tidaknya keterkaitan kasus pembunuhan dengan berita dan aktivitas yang dilakukannya sebagai jurnalis.

"Hal tersebut sebagai bagian dari pemenuhan hak korban dan keluarganya yaitu hak atas kebenaran," ujar Maria.

Komnas Perempuan juga mendorong pentingnya pemenuhan hak-hak korban dan keluarga korban dalam proses hukum yang tengah berjalan seperti restitusi dan pemulihan untuk keluarga korban. "Hal ini harus menjadi perhatian serius dari aparat penegak hukum dan lembaga layanan pemerintah," ucap Maria.

Selain itu, Komnas Perempuan mengkhawatirkan tingginya jumlah femisida hingga saat ini, tetapi masih minim dikenali. Kasus femisida terhadap perempuan pembela HAM terus berulang dengan eskalasi kekerasan berbasis gender yang makin kompleks dan pelakunya termasuk aparat negara.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement