REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Yudisial (KY) mengonfirmasi telah menerima laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) terhadap majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jayapura. Hakim PN Jayapura dilaporkan karena membebaskan Brigadir Dua (Bripda) Alfian Fauzan Hartanto (AFH) dalam kasus dugaan pencabulan terhadap anak.
Laporan diterima oleh Penghubung KY Papua pada 18 Maret 2025 di Kantor Penghubung KY Papua, Jayapura. Penghubung KY Papua telah menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim terhadap majelis hakim PN Jayapura yang menangani kasus dimaksud.
"Selanjutnya, laporan akan diverifikasi kelengkapan persyaratan administrasi dan substansi untuk dapat diregister," kata Anggota KY dan Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam keterangan pers pada Senin (24/3/2025).
Mukti menyebut KY akan memproses laporan tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku. Ini termasuk melakukan pendalaman dengan menganalisis terhadap putusan untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran kode etik hakim.
"KY perlu mempelajari putusan tersebut lebih dalam, terutama pertimbangan hakim yang menjadikan alasan tiadanya saksi sebagai dasar untuk membebaskan, apakah tidak ada alat bukti lainnya yang diajukan oleh JPU dalam persidangan, misalnya visum dan lainnya. Dalam kasus pelecehan seksual, hakim perlu menggali fakta sebagai alat bukti lain," ujar Mukti.
Sebelumnya, Bripda Alfian dibebaskan dari dakwaan perkara dugaan pencabulan anak. Majelis Hakim PN Jayapura yang membebaskannya diketuai oleh Zaka Talpatty, dengan anggota Korneles Waroi dan Ronald Lauterboom. Hakim membacakan vonis perkara nomor 329/Pid.Sus/2024/PN Jap itu pada 23 Januari 2025.
Putusan tersebut jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum. JPU menuntut Bripda Alfian dipidana 12 tahun dan membayar denda Rp 200 juta subsider kurungan enam bulan.