REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli hukum pidana dari Universitas Nasional Ismail Rumadan mengamati sejumlah isu yang yang menyasar pada upaya pelemahan Kejaksaan Agung (Kejagung). Salah satunya menyangkut revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Ismail menyebut isu revisi UU KUHAP disebut menghapus kewenangan jaksa dalam menyidik perkara korupsi. Ini memperparah serangan terhadap Kejagung setelah dugaan upaya pembunuhan karakter Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Jampidsus.
"Ini memprihatinkan di tengah kerja Kejagung yang produktif menangani kasus korupsi," kata Ismail kepada wartawan, Sabtu (22/3/2025).
Ismail mengamati keresahan masyarakat cukup berasalan karena saat ini Kejagung jadi tumpuan harapan penegakan hukum. Kejagung kini dipercaya publik dan dinilai berprestasi lantaran sukses membongkar perkara mega korupsi.
“Karena itu publik tidak ingin Kejagung bernasib sama seperti KPK yang dilemahkan melalui revisi UU, pintu revisi itu efektif lemahkan lembaga,” ujar Peneliti pada Pusat Hukum BRIN itu.
Dalam draf RUU KUHAP Pasal 6 tentang penyidik berikut penjelasannya, jaksa menjadi “Penyidik Tertentu” yang kewenangannya terbatas menyidik kasus tindak pidana pelanggaran HAM berat. Sehingga Jaksa tidak lagi berwenang menyidik kasus tindak pidana korupsi.
"Tentu banyak yang resah, ini harus diperjuangkan agar kewenangan Kejaksaan sidik Tipikor tidak dipreteli," ujar Ismail.
Belakangan Komisi III DPR RI selaku inisiator revisi UU KUHAP meluruskan informasi yang beredar bahwa draf tersebut bukanlah draf hasil akhir. Tapi Ismail menilai ada upaya membatasi atau menghapus kewenangan jaksa yang tidak bisa diabaikan. Apalagi sejauh ini muncul dua draf dengan subtansi berbeda serta membuat publik bingung draf mana yang dibahas oleh DPR.
View this post on Instagram