REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertambangan rakyat kini mendapat pengakuan dari negara melalui Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IUPR) yang diatur Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Minerba. Pemerintah memberikan izin operasi tambang rakyat yang tetap harus berpijak pada prinsip Environment, Social, and Governance (ESG).
Penerapan prinsip itu menjadi penting agar kegiatan tambang rakyat tidak hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi, tetapi juga memperhatikan dampak sosial dan kelestarian lingkungan. Dengan demikian, aktivitas pertambangan rakyat dapat berjalan secara berkelanjutan dan tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari.
Pemerintah dan DPR saat ini sedang memperkuat kerangka hukum melalui terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025. Beleid itu merupakan revisi UU Nomor 3 Tahun 2020, yang perlu diperbarui untuk menjawab tantangan tata kelola pertambangan modern, termasuk penegakan hukum dan peningkatan tanggung jawab sosial serta lingkungan di sektor minerba.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Sugeng Suparwoto menyampaikan, melalui UU baru tersebut, pemerintah membuka ruang bagi masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan pertambangan secara legal dan berkelanjutan. "Kami membuka ruang dengan mengakui Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IUPR), termasuk untuk sektor mineral, namun dengan syarat mutlak harus berpijak pada prinsip ESG," katanya di Jakarta, Senin (17/11/2025).
Sugeng mengingatkan, komitmen pemerintah terhadap penegakan hukum di sektor minerba harus dijalankan dengan mendorong keterlibatan komunitas lokal. Penerapan ESG, sambung dia, menjadi panduan penting agar partisipasi masyarakat dalam sektor ini tetap memperhatikan keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
"Dengan demikian, tambang rakyat dapat beroperasi dalam koridor hukum sekaligus berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan," kata Sugeng.