REPUBLIKA.CO.ID, SAINT PETERSBURG -- Perang Rusia melawan Ukraina berlangsung dua tahap. Pertama adalah aneksasi Krimea yang berlangsung pada 2010.
Kedua adalah invasi Rusia yang dimulai dengan peluncuran Rudal jarak jauh Iskander yang menghantam 'jantung' Ukraina pada 2022. Sejak itulah adu kekuatan Ukraina yang didukung Nato dan Rusia yang didukung China, Korea Utara, dan Iran, berlangsung.
Kekuatan dua negara tersebut sungguh tidak imbang. Rusia memiliki persenjataan yang jauh lebih unggul, terutama senjata nuklir terbanyak di dunia (meski belum digunakan dalam perang ini). Rusia merupakan tiga besar kekuatan militer dunia bersama Amerika dan China.
Mengetahui Ukraina sulit menang dalam perang ini, negara pendukungnya, terutama yang paling kuat, Amerika, ingin menghentikan peperangan tersebut. Menurut mereka, caranya adalah dengan 'membereskan' alias menghabisi Presiden Rusia Vladimir Putin.
Kantor Berita al-Ain, dengan merujuk sejumlah kantor berita Barat, menginformasikan, kabar ini. "Setiap upaya atau bahkan diskusi mengenai serangan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, bagi Moskow, merupakan jalan langsung menuju perang nuklir,” kata Ketua Duma Negara Rusia, Vyacheslav Volodin, pada Rabu (30/1/2025).
