Ahad 05 Jan 2025 18:14 WIB

Pengadilan Tolak Penangguhan Mantan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol

Mantan presiden Yoon Suk Yeol berupaya membatalkan surat perintah penahananannya.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Mantan presiden Korea Selatan (Korsel), Yoon Suk Yeol.
Foto: AP Photo/Yonhap
Mantan presiden Korea Selatan (Korsel), Yoon Suk Yeol.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pengadilan di Seoul, Korea Selatan (Korsel) pada Ahad (5/1/2025), menolak permohonan penangguhan yang diajukan oleh mantan presiden Yoon Suk Yeol yang berupaya membatalkan surat perintah penahanan dan penggeledahan kediaman presiden. Demikian informasi yang disampaikan kata pejabat pengadilan Seoul.

Pengadilan Distrik Barat Seoul membuat keputusan tersebut beberapa hari setelah tim pembela hukum Yoon mengajukan keberatan untuk menangguhkan pemberlakuan surat perintah yang mereka anggap ilegal. Tidak ada rincian langsung tentang alasan penolakan dari pengadilan.

Baca: Belum Sempat Sertijab Kepala BSSN, Letjen Nugroho Sulityo Pensiun

Tim hukum Yoon mengatakan, mereka akan mempertimbangkan untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut. "Kami akan mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding ke Mahkamah Agung," kata Yun Gap-geun, pengacara Yoon.

"Penolakan ini tidak berarti bahwa surat perintah tersebut sah secara hukum," kata Yun Gap menambahkan. Pengadilan yang sama sebelumnya menyetujui surat perintah penahanan Yoon untuk diinterogasi terkait perannya dalam upaya darurat militer yang gagal pada 3 Desember 2024.

Baca: TNI AU akan Kerahkan Drone Anka Patroli di Laut Natuna Utara

Pengadilan juga mengeluarkan surat perintah untuk menggeledah kompleks kediaman presiden di pusat Seoul. Dilaporkan Yonhap, Badan Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi yang menangani kasus darurat militer Yoon mencoba mengeksekusi surat perintah itu pada Jumat (3/1/2024).

Namun, kemudian lembaga antikorupsi itu menarik petugasnya dari lokasi setelah menghadapi kebuntuan selama enam jam. Pasalnya Pasukan Pengamanan Kepresidenan memblokir akses masuk untuk menangkap Yoon.

Baca: KSAD Pimpin Sertijab, Letjen Mohammad Fadjar Resmi Pangkostrad

Tim hukum Yoon berpendapat bahwa surat perintah tersebut cacat secara hukum, dengan mengeklaim bahwa hakim telah memutuskannya secara sewenang-wenang dengan menyatakan hukum pidana yang melarang eksekusi surat perintah penggeledahan atau penangkapan di area militer dan keamanan terbatas tidak berlaku untuk kasus Yoon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement