REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Nasional Disabilitas (KND) menegaskan hambatan yang dimiliki para penyandang disabilitas tetap dapat memungkinkan mereka untuk melakukan tindak kejahatan, termasuk tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Komisioner Komisi Nasional Disabilitas, Jonna Aman Damanik menyampaikan pernyataan tersebut untuk merespons kasus TPKS yang diduga dilakukan oleh penyandang disabilitas tunadaksa berinisial IWAS alias Agus di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Terkait polemik di masyarakat, kita sudahi. Mohon bantuan teman-teman media untuk mengarusutamakan bahwa penyandang disabilitas adalah manusia pada umumnya yang bisa menjadi tersangka atau pelaku, bisa menjadi korban, bisa menjadi saksi,” kata Jonna dalam Konferensi Pers Bersama Komnas Perempuan, KPAI, dan KND secara daring di Jakarta, Rabu (11/12/2024).
Ia mengatakan, pihaknya meyakini Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan aparat perangkat hukum yang lain akan bekerja dengan profesional dan transparan dalam mengusut tuntas kasus IWAS tersebut. Sementara itu, terkait penyediaan akomodasi dan aksesibilitas yang layak bagi IWAS sebagai pelaku TPKS sekaligus penyandang disabilitas, ia menyampaikan bahwa IWAS sudah mendapatkan personal asesmen mengenai hambatan, kebutuhan, dan potensi yang dimiliki hingga pendampingan hukum sejak statusnya sebagai terlapor hingga kini menjadi tersangka.
“Saya sampaikan di sini bahwa tersangka yang adalah penyandang disabilitas, yang dalam pemantauan kami sudah dipenuhi hak-haknya sesuai mandat Undang-Undang 8 tahun 2016 dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2020 terkait akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas di proses peradilan,” imbuhnya.
Ia menambahkan, penetapan IWAS sebagai tahanan rumah juga menjadi bentuk afirmasi Polda NTB dalam memenuhi mandat kebijakan undang-undang terkait pemberian akomodasi yang layak bagi disabilitas yang berhadapan dengan hukum.
Adapun untuk merespons kian bertambahnya jumlah korban IWAS, Jonna menerangkan KND telah berkoordinasi dengan LPSK serta Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial terkait intervensi dan penanganan layanan yang dibutuhkan bagi para korban setelah kasus TPKS yang dilakukan IWAS terurai ke publik.