Kamis 28 Nov 2024 23:46 WIB

Ditanya Apakah akan Tangkap Netanyahu, Prancis Malah Ungkit Celah Kekebalan Khusus

Prancis enggan menyatakan penangkapan Netanyahu

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Foto: AP
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, - Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot pada Rabu (27/11) mengatakan pemimpin tertentu bisa memiliki kekebalan berdasarkan Statuta Roma, yaitu perjanjian yang membentuk Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

Pernyataan itu muncul setelah ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Israel Yoav Gallant.

Baca Juga

Ketika ditanya dalam wawancara dengan radio Franceinfo apakah Prancis akan menangkap Netanyahu jika dia memasuki wilayah Prancis, Barrot tidak memberikan jawaban pasti.

Barrot hanya menegaskan komitmen Prancis pada hukum internasional. Dia menyatakan bahwa negaranya "akan menerapkan hukum internasional berdasarkan kewajiban untuk bekerja sama dengan ICC."

Namun, dia menyoroti bahwa Statuta Roma juga mengatur soal kekebalan bagi pemimpin tertentu. Masalah tersebut, ujarnya, pada akhirnya berada di tangan otoritas peradilan.

Pernyataan Barrot itu menandai pengakuan pertama oleh pejabat senior Prancis atas kemungkinan pengambilan pertimbangan menyangkut kekebalan hukum.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Prancis melalui pernyataan menekankan dedikasi negara tersebut untuk menghormati komitmen internasional berdasarkan Statuta Roma.

"Prancis akan menghormati kewajiban internasional, dengan memahami bahwa Statuta Roma mengharuskan kerja sama penuh dengan Mahkamah Pidana Internasional (ICC)," bunyi pernyataan tersebut.

Pernyataan itu juga menyoroti bahwa "suatu negara tidak dapat diminta untuk bertindak tidak konsisten dengan kewajibannya, berdasarkan hukum internasional, mengenai kekebalan negara-negara yang tidak termasuk pihak dalam ICC."

Pernyataan itu menyebutkan bahwa kekebalan "berlaku bagi pemimpin Israel Netanyahu dan menteri terkait lainnya dan harus diperhitungkan jika ICC meminta penangkapan dan penyerahan mereka."

Prancis dan Israel, menurut Kemlu Prancis, merupakan dua negara demokrasi yang berkomitmen pada supremasi hukum dan penghormatan terhadap keadilan yang profesional dan independen. 

"Sesuai dengan persahabatan bersejarah antara Prancis dan Israel, Prancis bermaksud untuk terus bekerja sama erat dengan Netanyahu dan otoritas Israel lainnya untuk mencapai perdamaian dan keamanan bagi semua orang di Timur Tengah," kata Kemlu. 

Pekan lalu, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant "atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya sejak 8 Oktober 2023 hingga setidaknya 20 Mei 2024" di Gaza.  

Menurut Pasal 27 Statuta Roma, kekebalan tidak membuat seseorang luput untuk diadili oleh ICC, sementara Pasal 98 menekankan bahwa negara harus menghormati kewajiban internasional terkait kekebalan diplomatik.

Barrot memuji peran Prancis, yang bersama Amerika Serikat menjadi perantara dalam pencapaian kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Lebanon. Gencatan senjata itu mulai berlaku pada Rabu (27/11/2024) pagi.

Perjanjian tersebut mencakup ketentuan penarikan militer Israel dari Lebanon selatan dalam waktu 60 hari serta pengerahan angkatan bersenjata Lebanon.

BACA JUGA: Serangan Hizbullah Paling Besar Paksa Jutaan Warga Israel Sembunyi, Ini Kata Pakar Militer

Baron menyebut gencatan senjata tersebut sebagai "keberhasilan besar bagi Prancis" dan menyatakan harapan bahwa kesepakatan yang dicapai dapat membuka jalan bagi reformasi yang sangat dibutuhkan di Lebanon.

"Prancis akan memainkan peran sepenuhnya dalam memastikan penerapan perjanjian tersebut," katanya menambahkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement