REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Jakarta mengingatkan warga agar menolak uang yang ditawarkan untuk memilih kandidat tertentu. Warga yang kedapatan terlibat politik uang baik menerima maupun memberi bisa dikenakan sanksi pidana, salah satunya dipenjara minimal 36 bulan.
"Kalau kita bicara politik uang, ini kan sanksinya itu berat. Pertama, dia bisa dipenjara minimal 36 bulan, maksimal 72 bulan. Lalu masih dikenakan denda, minimal Rp 200 juta, maksimal Rp 1 miliar. Dan subjek hukumnya ini setiap orang, baik pemberi maupun penerima," ujar Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Jakarta Benny Sabdo, di Jakarta, Ahad (24/11/2024).
Praktik politik uang merupakan bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang untuk memilih kandidat tertentu atau tidak menjalankan haknya untuk memilih saat pemilu. Praktik politik uang dapat dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, termasuk sembako pada masyarakat. Ini bertujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk pasangan calon atau partai tertentu.
"Politik uang ini menjadi punya efek samping yang buruk bagi kehidupan demokrasi kita. Bahkan politik uang itu bisa kita ilustrasikan sebagai racun bagi kehidupan demokrasi kita. Kalau sebagai racun, maka politik uang ini bisa membunuh kehidupan demokrasi," jelas Benny.
Dia pun mengimbau warga Jakarta agar berhati-hati dengan praktik politik uang, terlebih di masa tenang saat ini. Kemudian, guna mencegah dan mengantisipasi praktik politik uang, Benny mengatakan jajaran pengawas mulai malam nanti mengadakan patroli. Adapun patroli dilakukan hingga ke gang-gang, lorong-lorong, dan semua perkampungan di Jakarta.