REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta terus melakukan pembahasan untuk menerapkan kebijakan sekolah swasta gratis pada 2025. Namun, kebijakan itu kemungkinan hanya berlaku untuk siswa yang tidak mampu.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Jakarta Ima Mahdiah mengatakan, sekolah swasta gratis bukan kebijakan yang akan diperlakukan untuk seluruh kalangan. Menurut dia, program itu disiapkan untuk anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu.
"Kemarin kenapa kita usulkan sekolah gratis di swasta itu? Karena banyak anak-anak yang ketika dia zonasi tidak dapat, usianya kurang, akhirnya mereka masuk swasta, di swasta pun tidak dapat KJP," kata Ima, Kamis (7/11/2024).
Akibatnya, DPRD menerima laporan adanya siswa yang harus menunggak bayar SPP hingga ijazahnya harus ditahan di sekolah swasta. Bahkan, ada laporan siswa yang sampai putus sekolah.
Di sisi lain, DPRD juga mendapatkan laporan terkait penyaluran Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang tidak tepat sasaran. Beberapa di antaranya, bantuan dari KJP banyak yang digunakan untuk keperluan di luar urusan sekolah.
Ima menjelaskan bahwa program sekolah gratis itu diperuntukkan bagi siswa dari kalangan tidak mampu. Siswa dari kalangan keluarga mampu akan tetap dikenakan SPP meski berada di sekolah yang sama. Menurut dia, akan menjadi ketidakadilan ketika siswa dari kalangan mampu tetap menikmati program tersebut.
"Kalau yang mampu pasti bayar, karena kondisinya yang kita targetkan adalah anak-anak yang memang tidak mampu. Kalau anak mampu ya sudah dibiayai oleh orang tuanya," ujar dia.
Ia menyebutkan, kriteria siswa yang akan menjadi sasaran program itu adalah mereka yang terdata dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Namun, apabila ada yang belum masuk dalam DTKS, siswa tersebut dapat meminta surat keterangan dari kelurahan setempat.
"Karena DTKS kan kadang offline, kadang harus nunggu enam bulan. Lama. Yang kami usulkan biar diterima lewat kelurahan," kata dia.