REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Mark Rutte menyerukan penghentian pengerahan pasukan Korea Utara ke Rusia. Rutte mengatakan, negara-negara NATO telah diberi pengarahan oleh Korea Selatan (Korsel) mengenai "meningkatnya keterlibatan Korut dalam perang agresi ilegal Rusia terhadap Ukraina."
"Saya dapat mengonfirmasi bahwa pasukan Korea Utara telah dikirim ke Rusia, dan bahwa unit militer Korea Utara telah dikerahkan ke wilayah Kursk," kata Rutte di Brussels pada Senin (28/10/2024), setelah pengarahan oleh perwakilan senior dari Badan Intelijen Nasional Korsel dan Kementerian Pertahanan Nasional Korsel.
Dia menilai, pengerahan pasukan itu merupakan "eskalasi signifikan dalam keterlibatan Korut dalam perang ilegal Rusia" serta merupakan "pelanggaran lain terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB". "Ini perluasan perang Rusia yang berbahaya," ujar Rutte, yang meminta Rusia dan Korut untuk segera menghentikan pengerahan pasukan.
Mantan perdana menteri (PM) Belanda tersebut menganggap, pengerahan pasukan Korut ke wilayah Kursk juga merupakan tanda meningkatnya keputusasaan Presiden Rusia Vladimir Putin, di tengah upayanya untuk mencari "dukungan asing" guna melawan keberanian dan ketangguhan Ukraina.
Dilaporkan Anadolu, Rutte berjanji akan terus mendukung Ukraina dan mengatakan diskusi sedang berlangsung mengenai "perlunya untuk lebih memperkuat dukungan militer bagi Ukraina."
Dalam konferensi pers bersama dengan Rutte pada awal Oktober, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengeklaim, sekitar 10 ribu tentara Korut mungkin bergabung dengan pasukan Rusia yang bertempur di Ukraina.
Dia mengatakan, menurut intelijen Ukraina, ada informasi bahwa Korut mengirim personel taktis dan perwira ke wilayah Ukraina yang diduduki. Sementara Korsel sebelumnya mengklaim, Pyongyang mengirim 1.500 tentara ke Rusia dengan kapal angkatan laut pada 8-13 Oktober untuk mendukung "operasi militer khusus" Moskow di Ukraina yang dimulai pada Februari 2022.