Rabu 22 Oct 2025 21:25 WIB

Pengacara Korban Sebut Orang Tua Chiko, Terduga Pembuat Konten Deepfake Vulgar, Seorang Polisi

Terduga korban tidak hanya alumni, tapi juga siswa aktif dan guru SMAN 11 Semarang.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Mas Alamil Huda
Bagas Wahyu Jati (kiri) dan Jucka Rajendhra Septeria Handhry (kanan), kuasa hukum siswi dan alumni SMAN 11 Semarang terduga korban deepfake vulgar memberikan keterangan kepada media di Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (22/10/2025). Terduga pelaku dalam kasus tersebut adalah alumnus SMAN 11 Semarang yang kini merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Chiko Radityatama Agung Putra.
Foto: Kamran Dikarma/Republika
Bagas Wahyu Jati (kiri) dan Jucka Rajendhra Septeria Handhry (kanan), kuasa hukum siswi dan alumni SMAN 11 Semarang terduga korban deepfake vulgar memberikan keterangan kepada media di Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (22/10/2025). Terduga pelaku dalam kasus tersebut adalah alumnus SMAN 11 Semarang yang kini merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Chiko Radityatama Agung Putra.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Alumnus SMAN 11 Semarang terduga pelaku pembuatan dan penyebaran foto serta video deepfake vulgar, Chiko Radityatama Agung Putra, telah dilaporkan Ditressiber Polda Jawa Tengah (Jateng). Berdasarkan informasi yang diperoleh kuasa hukum terduga korban, orang tua Chiko merupakan anggota Polri.

Jucka Rajendhra Septeria Handhry mengatakan, sebanyak 15 terduga korban deepfake vulgar buatan Chiko telah menunjuknya sebagai kuasa hukum. Dia mengungkapkan, para terduga korban yang didampinginya menyampaikan bahwa orang tua Chiko merupakan polisi.

Baca Juga

"Kami dapat informasi pertama dari korban, kemudian dibenarkan oleh penyidik juga yang menangani kasus ini," kata Jucka ketika diwawancara seusai mendampingi terduga korban menjalani pemeriksaan di Ditressiber Polda Jateng, Rabu (22/10/2025).

Kendati demikian, Jucka menekankan, hal itu tidak akan mempengaruhi komitmennya mendampingi para terduga korban secara pro bono. "Saya tidak peduli pelaku dari apapun itu, yang jelas keadilan harus ditegakkan. Tidak ada yang bisa menormalisasi atau membenarkan perilaku atau perbuatan pelaku, meskipun dengan latar belakang dia saat ini," ujarnya.

Dia mengatakan, sejak Senin (20/10/2025), satu per satu terduga korban mulai diperiksa dan dimintai keterangan oleh penyidik Ditressiber Polda Jateng. "Per hari ini sudah tujuh orang yang sudah diambil (keterangannya)," ucap Jucka.

Berdasarkan informasi yang disampaikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng serta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jateng, para terduga korban foto dan video deepfake buatan Chiko adalah alumni SMAN 11 Semarang. Namun, Jucka mengungkapkan bahwa terduga korban tidak hanya alumni, tapi juga siswa aktif, bahkan guru SMAN 11 Semarang.

"Untuk korban, ini terdiri dari alumni, siswi yang masih aktif, guru, kemudian juga ada siswi dari SMA lain," kata Jucka.

Para terduga korban yang didampingi Jucka berusia antara 16-19 tahun. Berdasarkan informasi yang dihimpunnya, Jucka menyebut, jumlah terduga korban kasus foto dan video deepfake vulgar yang diduga disebarluaskan Chiko berjumlah 30 orang. "Yang sudah menunjuk kami sebagai kuasa hukum ada 15 orang," ucapnya.

Dia mengungkapkan, dalam proses pemeriksaan, pihaknya juga telah menyerahkan bukti kepada penyidik Ditressiber Polda Jateng, yakni tangkapan dan rekaman layar yang memperlihatkan foto dan video deepfake vulgar buatan Chiko.

Menurut Jucka, proses hingga akhirnya para terduga korban berani melapor dan memberi keterangan kepada kepolisian cukup panjang. Hal itu karena secara psikis, mereka cukup terguncang. "Para korban ini juga merasa kebingungan, karena instansi sekolah yang seharusnya melindungi mereka, mereka merasa kurang memberikan support maupun perlindungan kepada mereka," ucapnya.

Namun setelah ada pendekatan-pendekatan, para terduga korban berani melapor. Jucka mengatakan, pembuatan dan penyebaran foto serta video deepfake vulgar yang diduga dilakukan Chiko merupakan bentuk pelecehan seksual digital. Menurutnya, kasus tersebut juga merupakan pelanggaran serius terhadap hukum, moralitas, dan hak asasi manusia.

"Tindakan penyebaran konten manipulatif bermuatan pornografi ini melanggar beberapa ketentuan, antara lain UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, khususnya Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 atau Pasal 51 ayat 1 juncto Pasal 35 mengenai larangan memproduksi, menyebarluaskan, atau menyediakan pornografi;" ucap Jucka.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement