Senin 23 Sep 2024 14:59 WIB

Majelis Umum PBB Setujui Pakta untuk Masa Depan

Negara anggota PBB berjanji mengambil tindakan untuk memperbaiki kehidupan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi berpidato di Sidang Majelis Umum PBB ke-77 di New York, Senin (26/9/2022).
Foto: Kemenlu RI
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi berpidato di Sidang Majelis Umum PBB ke-77 di New York, Senin (26/9/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Majelis Umum PBB menyetujui cetak biru pakta untuk menyatukan dunia dalam mengatasi berbagai tantangan abad ke-21. Tantangan itu mulai dari perubahan iklim sampai kecerdasan artifisial hingga eskalasi konflik dan semakin tingginya kesenjangan ekonomi dan kemiskinan.

Dalam "Pact for the Future" setebal 42 halaman, para pemimpin 193 negara anggota PBB berjanji untuk mengambil tindakan untuk memperbaiki kehidupan lebih dari 8 miliar populasi dunia. Pakta ini diadopsi dalam pembukaan acara "Summit of the Future."

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres berterima kasih kepada para pemimpin dunia dan diplomat yang mengambil langkah pertama dan membuka "pintu" untuk masa depan yang lebih baik.

"Kami membawa kembali multilateralisme dari dalam jurang. Sekarang adalah takdir kita bersama untuk melaluinya. Hal ini tidak hanya menuntut kesepakatan, tetapi juga tindakan," kata Guterres, Ahad (22/9/2024).  

Guterres menantang para pemimpin dunia untuk mengimplementasikan pakta itu, memprioritaskan dialog dan negosiasi. Ia meminta para pemimpin untuk mengakhiri perang mulai dari Timur Tengah sampai Ukraina dan Sudan serta mereformasi Dewan Keamanan PBB.

Sekretaris Jenderal PBB juga mendorong pemimpin-pemimpin dunia untuk mempercepat reformasi sistem keuangan internasional dan transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Guterres juga memimpin para pemimpin mendengarkan generasi muda dan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan.

Nasib pakta itu dipertanyakan hingga saat-saat terakhir. Juru Bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan terdapat begitu banyak ketegangan untuk menyetujui pakta ini sehingga Guterres menyiapkan tiga pidato, pertama pidato bila pakta ini disetujui, kedua bila ditolak dan ketiga bila ada hal-hal yang belum jelas.

"Tidak ada yang senang dengan pakta ini," kata deputi Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Vershinin.

Pertemuan "Summit of the Future" dibuka dengan usulan amandemen yang akan melemahkan pakta tersebut secara signifikan. Berbicara atas nama 54 negara Afrika yang menentang amandemen Rusia, Republik Kongo membalas dengan mosi untuk tidak melakukan pemungutan suara pada amandemen tersebut.

Mosi tersebut disetujui dengan tepuk tangan meriah. Rusia hanya mendapat dukungan dari Iran, Belarusia, Korea Utara, Nikaragua, Sudan, dan Suriah.

Presiden Majelis Umum Philémon Yang melakukan pemungutan suara dan mengetuk palu, yang menandakan konsensus dari 193 negara anggota PBB yang diperlukan untuk persetujuan.

Rusia membuat terobosan yang signifikan di Afrika  seperti di Mali, Burkina Faso, Niger, dan Republik Afrika Tengah. Beberapa diplomat dan pengamat mengatakan penolakan benua itu terhadap amandemen Rusia merupakan sebagai pukulan bagi Moskow.

Sebelum pemimpin-pemimpin dunia menyampaikan pidato, yang mengatakan mikrofon di panggung pidato akan dimatikan bila para pemimpin menyampaikan pidatonya lebih dari lima menit.  

Di antara mereka ada yang tetap berbicara setelah mikrofon mereka dimatikan, yaitu Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, Putra Mahkota Kuwait Sheikh Sabah Khalid Al Sabah, dan Presiden Irlandia Michael Higgins.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement