REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memutuskan memberikan perlindungan pada 11 pemohon terkait kasus kekerasan terhadap anak di Daycare Wensen School Indonesia (WSI) di Depok, Jawa Barat. LPSK memberikan perlindungan pada korban, saksi dan pelapor melalui program pemenuhan hak prosedural, fasilitasi restitusi, dan rehabilitasi psikologis.
Wakil Ketua LPSK, Antonius PS Wibowo, mengungkapkan bahwa 11 orang yang menerima perlindungan LPSK terdiri dari dua korban (anak), satu pelapor (ayah korban), dan delapan saksi (pengasuh) di WSI.
"Kami memahami pentingnya perlindungan dalam kasus ini, mengingat dampaknya terhadap korban yang masih berusia anak-anak dan perlu dipulihkan. Selain itu, juga penting untuk melindungi para saksi yang telah dan akan terus berkontribusi dalam pengungkapan perkara guna mendukung upaya penegakkan hukumnya," kata Antonius, Jumat (20/9/2024).
Perlindungan tersebut diberikan berdasarkan putusan Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL) pada Selasa (17/09/2024), yang dihadiri oleh tujuh komisioner LPSK.
Delapan terlindung yang berstatus saksi mendapat program pemenuhan hak prosedural dan dua di antaranya mendapat rehabilitasi psikologis. Pemenuhan hak prosedural diberikan meliputi pendampingan dalam proses hukum dan rehabilitasi psikologis dalam mendukung upaya pemulihan kondisi psikologis para saksi.
Sementara dua korban (anak) mendapat perlindungan berupa fasilitasi restitusi. Untuk satu pelapor mendapat perlindungan pemenuhan hak prosedural.
“Diperlukan penguatan pengawasan agar perkara serupa tidak terjadi lagi. Kita ketahui bahwa usia anak adalah masa perkembangan penting dan anak termasuk kelompok rentan yang mengalami kekerasan,” ujar Antonius.
Dalam proses penelaahan permohonan perlindungan, LPSK berkoordinasi dengan Unit PPA Polres Kota Depok, UPTD PPA Kota Depok dan RS Mitra Keluarga Depok. Hal ini dilakukan untuk menghimpun keterangan, asesmen kebutuhan terlindung dan layanan yang sudah diberikan oleh lembaga terkait.
Saat ini proses hukum terhadap pelaku masih berjalan. LPSK berkomitmen untuk terus mendampingi para korban dan saksi guna memastikan keadilan dapat ditegakkan.
"Kasus ini juga mencerminkan pentingnya peningkatan pengawasan terhadap tempat penitipan anak, di tengah kebutuhan daycare yang meningkat," ujar Antonius.
Sebelumnya, orang tua korban, Rizki Dwi Utami mengungkap laporan terhadap daycare Wensen School di Harjamukti, Cimanggis, Depok. Pemilik Wensen School Meita Irianty menganiaya anak Rizki, MK, yang baru berusia dua tahun.
Peristiwa ini terjadi pada 10 Juni 2024 atau dua pekan seusai MK masuk ke daycare itu. Tapi, Rizki baru menyadari MK menjadi korban penganiayaan pada 24 Juli 2024. Fakta ini muncul lewat rekaman CCTV yang kini menjadi barang bukti.
Polresta Depok sudah menciduk pemilik daycare Wensen School, Meita Irianty terkait kasus penganiayaan terhadap anak balita berusia 2 tahun dan bayi berusia 7 bulan.