REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Debat pertama calon presiden Amerika Serikat (AS) pada Selasa menampilkan calon presiden partai Republik yang juga mantan presiden Donald Trump menuduh calon presiden partai Demokrat sekaligus Wakil Presiden Kamala Harris memiliki sikap anti-Israel.
"Dia membenci Israel," kata Trump.
"Jika dia menjadi presiden, saya yakin Israel tidak akan ada dalam waktu dua tahun dari sekarang," lanjutnya.
"Dia bahkan tidak mau bertemu dengan (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu ketika dia pergi ke Kongres untuk menyampaikan pidato yang sangat penting," lanjutnya.
"Pada saat yang sama, dengan caranya sendiri, dia membenci penduduk Arab," kata Trump, "karena seluruh tempat itu akan hancur: orang Arab, orang Yahudi, Israel. Israel akan lenyap."
Namun tuduhan itu ditanggapi Harris dengan mengatakan dirinya mendukung Israel sepanjang karir dan hidupnya.
Harris menanggapi dengan mengatakan bahwa hal itu "sama sekali tidak benar."
"Sepanjang karier dan hidup saya mendukung Israel dan rakyat Israel," katanya.
Ia mengatakan Israel memiliki hak untuk mempertahankan diri, termasuk terhadap ancaman dari Iran dan proksinya, tetapi menambahkan bahwa cara melakukannya yang penting.
"Dan juga benar bahwa terlalu banyak warga Palestina yang tidak bersalah telah terbunuh. Anak-anak, ibu-ibu. Yang kita tahu adalah bahwa perang ini harus diakhiri. Perang ini harus segera diakhiri. Dan cara untuk mengakhirinya adalah kita memerlukan kesepakatan gencatan senjata, dan kita harus membebaskan para sandera. Kita akan terus bekerja sepanjang waktu untuk itu," katanya.
Ia juga menegaskan kembali posisinya untuk solusi dua negara bagi konflik Israel-Palestina.
Sementara itu, Trump ketika ditanya bagaimana ia akan bernegosiasi untuk mengakhiri perang di Gaza dan mengamankan pembebasan sandera, dia menegaskan kembali pernyataan sebelumnya bahwa perang di Gaza dan Ukraina tidak akan pernah dimulai jika ia menjadi presiden.