REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim jaksa penuntut umum KPK mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang memperberat vonis mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjadi 12 tahun penjara dari sebelumnya hanya 10 tahun penjara. Vonis PT DKI Jakarta sesuai dengan tuntutan dari jaksa KPK.
"Tim JPU mengapresiasi atas putusan PT dengan terdakwa SYL karena mengabulkan memori banding penuntut umum," ujar JPU KPK Meyer Volmar Simanjuntak saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Selain memperberat vonis SYL menjadi 12 tahun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga menambah hukuman denda terhadap SYL, semula Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan menjadi sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. Pengadilan tinggi turut mengubah uang pengganti yang dibebankan kepada SYL, dari Rp14,14 miliar ditambah 30.000 dolar Amerika Serikat subsider 2 tahun penjara, menjadi Rp44.269.777.204,00 ditambah 30.000 dolar Amerika Serikat.
Uang pengganti itu mesti dibayar paling lama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Adapun tuntutan yang disampaikan oleh JPU KPK, yakni pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan, serta uang pengganti Rp44,27 miliar dan 30.000 dolar AS dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
"Selanjutnya, JPU menunggu salinan lengkap putusan PT diserahkan secara resmi ke KPK dan akan mempelajari putusan tersebut," kata Meyer.
JPU KPK juga akan melaporkan secara resmi putusan PT DKI kepada pimpinan KPK untuk tindakan selanjutnya. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2024), menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan kepada SYL.
Selain pidana utama, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di tingkat pertama juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti bagi SYL sebesar Rp14,14 miliar ditambah 30.000 dolar Amerika Serikat subsider 2 tahun penjara.
KPK tidak menerima vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena tidak sesuai dengan tuntutan. Oleh sebab itu, KPK mengajukan banding.