REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna mengkritisi pasangan Ridwan Kamil-Suswono (Rido) yang berencana mengguyur Rp 100 juta-Rp 200 juta untuk setiap rukun warga (RW). Dana itu dapat digunakan RW guna mengatasi persoalan di lingkungan mereka.
Yayat mengendus kecurigaan bahwa janji itu erat kaitannya dengan politik uang. Sehingga Yayat meminta kubu Rido menerangkan maksud uang itu akan digunakan untuk apa. "Jadi supaya kesannya bukan money politic untuk pengaruhi massa, jelaskan dulu konsep Rp 200 juta per RW itu gimana komposisinya," kata Yayat kepada Republika, Senin (9/9/2024).
Yayat mempertanyakan apakah gaji ketua RT dan ketua RW ada dalam komponen bantuan Rp 200 juta itu. Sebab, sebagian ketua RT dan RW mengeluhkan minimnya anggaran dalam menjalankan tugas.
"Peruntukan bantuan keuangan untuk kegiatan apa? Karena sekarang ini tiap RT di Jakarta dapat dana Rp 2 juta untuk operasional. Nah RT/RW ngeluh dana Rp 2 juta itu tidak cukup, nanti Rp 200 juta apakah ada gaji? Karena kadang ada yang tekor tiap minggu ada undangan, uangnya habis juga untuk undangan atau biaya administratif," ujar Yayat.
Yayat mengingatkan tanpa peruntukan yang jelas, maka dana bantuan itu rawan dikorupsi. "Peruntukan dan tanggung jawabnya gimana? Kalau nggak jelas bisa ada indikasi korupsi," ujar Yayat.
Sebelumnya, kubu Rido mengatakan masalah kekumuhan di Jakarta bisa terselesaikan melalui inovasi-inovasi arsitektural, yang menjadi kunci dan ciri keberhasilan kota. Guna mencapainya, bakal calon wakil gubernur (cawagub) DKI Jakarta Suswono mengatakan perlunya desentralisasi. Artinya, setiap RW akan diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengelola dana untuk keperluan lingkungan masing-masing.
Suswono akan membuat SOP dalam penggunaan dana tersebut karena akan bersumber dari APBD dan perlu pertanggungjawaban dari penggunaannya. SOP itu juga dibuat agar penggunaan dana tidak menyimpang. Dalam SOP itu juga akan diberikan panduan dalam penggunaan dana.