REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa mantan direktur utama (dirut) PT Aneka Tambang (Antam) inisial DA dalam lanjutan penyidikan korupsi dalam peleburan, dan cap 109 ton logam mulia ANTAM.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengatakan, memeriksa tiga petinggi, dan pegawai PT Antam adalah DA, AY, LSS, dan SDY. “AY, DA, LSS, dan SDY, diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditas emas periode 2010-2022,” kata Harli dalam siaran pers, yang diterima wartawan di Jakarta, pada Kamis (8/8/2024).
Informasi dari tim penyidikan, inisial DA mengacu pada nama Dana Amin, yang diperiksa selaku Direktur Utama PT Antamperiode 2019. Sedangkan saksi AY, adalah Andik Yudiarto selaku operation Division Head Unit pada Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnan Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam. Saksi LSS adalah Luki Setiawan Suardi, yang diperiksa sebagai Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) PT Antam periode 2019. Sedangkan SDY adalah Sudiyana yang diperiksa sebagai pegawai di PT Antam.
Penyidikan korupsi komoditas emas ini, terkait dengan penyimpangan kerja sama peleburan, dan pengecapan logam mulia emas seberat total 109 ton dari swasta kepada pihak PT Antam sepanjang 2010-2022. Dari penyidikan, Jampidsus sudah menetapkan total 14 orang sebagai tersangka.
Enam tersangka adalah para general manager UBPP Logam Mulia (LM) PT Antam. Para tersangka tersebut di antaranya, TK (GM periode 2010-201), HN (GM periode 2011-2013); DM (GM periode 2013-2017); AH (GM periode 2017-2019), MAA (GM periode 2019-2021), dan ID (GM periode 2021-2022).
Sedangkan tujuh tersangka lainnya dari pihak swasta dari kalangan pengusaha logam mulia, dan perhiasan adalah, LE, SL, SJ, JT, GAR, HKT, dan DT. Semua tersangka tersebut, sampai saat ini sudah dalam penahanan di Rutan Salemba, cabang Kejakgung. Kecuali terhadap lima tersangka, Lindawati Efendi (LE), Suryadi Jonathan (SJ), James Tamponawas (JT), Djudju Tanuwijaya (DT), dan Ho Kioen Tjay (HKT), yang dilakukan penahanan kota.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Kuntadi, pernah menerangkan, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 1,1 triliun. Kuntadi mengatakan, kasus korupsi emas ini, berawal dari terungkapnya kerja sama manufaktur ilegal antara sejumlah pengusaha emas dan logam mulia dengan PT ANTAM sepanjang 2010-2022. Yaitu berupa peleburan, dan pemurnian logam mulia emas untuk dijadikan emas lantakan atau emas batangan yang akan dijual ke pasaran. Namun dalam kerja sama tersebut, cacat hukum karena tak didasari pada ikatan resmi.
Kuntadi, pun mengungkapkan, dalam kerja sama tersebut, hasil dari peleburan serta pemurnian emas menjadi lantakan tersebut, dibubuhi dengan cap LM Antam yang merupakan merk bisnis dagang resmi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Antam.
Dan diketahui, dalam pemberian cap dan merk LM Antam tersebut, tanpa dilakukan ikatan kerja sama yang legal dengan PT Antam selaku pemegang hak resmi dari merk dagang LM Antam. Alhasil dari pemurnian emas, dan pelabelan LM Antam pada 109 ton emas tersebut dinilai ilegal, dan merugikan keuangan negara.