Jumat 02 Aug 2024 12:21 WIB

Ramai Maskapai Tolak Terbang ke Israel, Apa Sebab?

Maskapai menilai wilayah udara Israel tak lagi aman.

Warga Israel di Bandara Ben Gurion dekat Tel Aviv, Israel, Ahad, 28 November 2021. Maskapai-maskapai menolak terbang ke Israel.
Foto: Ariel Schalit/AP Photo
Warga Israel di Bandara Ben Gurion dekat Tel Aviv, Israel, Ahad, 28 November 2021. Maskapai-maskapai menolak terbang ke Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Israel terancam menjadi negara terkucilkan. Hal ini setelah terus bertambahnya negara-negara dan maskapai yang menghentikan penerbangan ke Israel menyusul ancaman Iran terkait pembunuhan pimpinan Hamas Ismail Haniyeh pada Rabu (31/7/2024) lalu.

Yang terkini, Kementerian Luar Negeri Swedia mengatakan pihaknya memperketat saran perjalanan ke Israel dan Palestina karena situasi keamanan “serius” di Timur Tengah yang “bisa menjadi lebih buruk dengan cepat”.

Baca Juga

“Mulai sekarang, semua perjalanan ke kedua negara sangat tidak disarankan,” kata kementerian itu dalam postingan media sosial yang dibagikan oleh Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson.

Kementerian Luar Negeri Slovenia juga mengatakan pada hari Kamis bahwa “karena situasi” di Israel, “kami menyarankan agar semua perjalanan tidak dilakukan karena alasan keamanan”. “Ada risiko serangan roket dari Lebanon dan Gaza serta kemungkinan meningkatnya ketegangan. Bahaya serangan dan ancaman dari Iran telah meningkat,” kata kementerian itu.

Sebelumnya, Grup Lufthansa, yang mencakup Lufthansa, Swiss Airlines, Brussel Airlines, Austrian Airlines, dan Eurowings, mengumumkan pembatalan penerbangan ke Israel hingga 9 Agustus. Air Baltic membatalkan penerbangannya ke Israel yang dijadwalkan pada Kamis dan Jumat.

Demikian pula, Air India, Delta dan FlyDubai membatalkan penerbangan mereka ke Israel yang dijadwalkan pada Kamis malam dan malam, namun mengatakan bahwa mereka saat ini berencana untuk melanjutkan transit ke negara tersebut pada Jumat.

Seorang kapten penerbangan Lufthansa pada Kamis menolak untuk mendarat di Israel di tengah meningkatnya ketegangan antara Israel dan kelompok Lebanon, Hizbullah. Penerbangan tersebut dijadwalkan mendarat di Bandara Ben Gurion dekat Tel Aviv dari Munich, Jerman, namun kapten menolak, dengan alasan bahwa krunya tidak siap untuk terbang ke Israel, kata lembaga penyiaran publik Israel, KAN.

Sebaliknya, penerbangan tersebut mendarat di Bandara Larnaca di Administrasi Siprus Yunani. Maskapai ini awalnya memberitahu penumpang bahwa pesawat akan mendarat di Administrasi Siprus Yunani karena “alasan teknis” dan kemudian akan diputuskan apakah penerbangan akan dilanjutkan ke Tel Aviv.

Shmuel Zakai, kepala Otoritas Penerbangan Sipil, mencoba mencegah penghentian penerbangan massal tersebut. “Penerbangan ke Israel aman,” katanya, mengutip tidak hanya otoritas Israel tetapi juga regulator global, termasuk Federal Aviation Administration dan mitranya di Eropa. Berbeda dengan situasi di Lebanon, pihak berwenang belum mengeluarkan instruksi kepada maskapai penerbangan untuk tidak terbang ke Israel,” katanya dilansir the Times of Israel.

Dengan banyaknya penumpang yang tidak dapat berangkat sesuai rencana dan yang lainnya tidak dapat kembali, Zakai menekankan bahwa hampir 70,000 penumpang telah terbang masuk dan keluar Israel pada Kamis malam, dengan hampir 60 maskapai penerbangan. “Pembatalan ini sangat signifikan,” akunya, seraya menambahkan bahwa alasan utama pembatalan adalah karena “awak penerbangan enggan terbang ke Israel.”

Negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, Prancis, Bulgaria, juga mendesak warganya pergi dari Lebanon serta tak berkunjung ke Israel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement