Seruan perang langsung menggema di Israel menyusul peristiwa di Golan tersebut. Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir mengatakan bahwa “garis merah” telah dilanggar dalam serangan Majdal Shams, dan menambahkan bahwa hal ini “tidak boleh dibiarkan lagi”.
Menteri sayap kanan tersebut merujuk pada ikatan antara komunitas Druze dan Yahudi, yang menurutnya biasa disebut sebagai “perjanjian darah” dan “perjanjian hidup”. Ia menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban atas “bencana parah yang menimpa kita semua”.
Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL) telah menyuarakan kekhawatiran tentang kemungkinan peningkatan perang antara Israel dan Lebanon, yang sejauh ini sebagian besar hanya terjadi di wilayah perbatasan.
Juru bicara UNIFIL Andrea Tenenti mengatakan kepada Aljazira Arabia bahwa pasukan penjaga perdamaian “Saat ini sangat khawatir, lebih dari masa-masa sebelumnya, tentang kemungkinan meluasnya konflik di Lebanon selatan” setelah serangan terhadap Majdal Shams.
Tenenti mengatakan timnya sedang berkomunikasi dengan aktor di kedua sisi perbatasan untuk mengurangi ketegangan di Garis Biru, yang memisahkan Lebanon dari Israel dan Dataran Tinggi Golan.
Juru bicara militer Israel Daniel Hagari mengutuk serangan udara di Majdal Shams, dengan mengatakan bahwa korbannya adalah warga negara Israel. Mouin Rabbani, seorang analis di Pusat Studi Konflik dan Kemanusiaan di Montreal, mengatakan pernyataan itu tidak benar.
“Para korban bukan orang Israel, mereka adalah warga Suriah,” katanya kepada Aljazirah. Ia menambahkan bahwa Dataran Tinggi Golan diduduki oleh Israel pada 1967 namun penduduk Druze di sana tidak memiliki kewarganegaraan Israel.
Israel mengklaim bahwa serangan itu dilakukan oleh Hizbullah, namun kelompok tersebut membantahnya. “Israel selama berbulan-bulan telah mengancam akan melakukan serangan besar-besaran di Lebanon dan masyarakat Israel juga sangat yakin bahwa pemerintah harus menghadapi ancaman Hizbullah sebelum tahun ajaran baru dimulai pada bulan September,” kata Rabbani.
Analis tersebut menambahkan, “sangat masuk akal” bahwa serangan itu akan memicu eskalasi, yang mungkin membuat Netanyahu mendapat lampu hijau dari AS selama perjalanannya ke Washington, DC.