Kamis 11 Jul 2024 15:11 WIB

Ucapan Terima Kasih Pegi kepada Jokowi Tuai Kritik Ahli Psikologi Forensik

Kasus Pegi Setiawan dinilai murni masalah hukum tak ada sangkut paut dengan politik.

Rep: Bambang Noroyono, Lilis Sri Handayani/ Red: Andri Saubani
Pegi Setiawan resmi bebas dari tahanan Polda Jawa Barat, sekitar pukul 21.41 WIB malam, Senin (8/7/2024) usai ditahan kurang dari dua bulan. Ia dibebaskan setelah gugatan praperadilan atas penetapan tersangka di Pengadilan Negeri Bandung dikabulkan hakim Eman Sulaeman.
Foto: Fauzi Ridwan/Republika
Pegi Setiawan resmi bebas dari tahanan Polda Jawa Barat, sekitar pukul 21.41 WIB malam, Senin (8/7/2024) usai ditahan kurang dari dua bulan. Ia dibebaskan setelah gugatan praperadilan atas penetapan tersangka di Pengadilan Negeri Bandung dikabulkan hakim Eman Sulaeman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ucapan terima kasih Pegi Setiawan terhadap Presiden Joko Widodo, dan Presiden 2024 Prabowo Subianto usai dibebaskan hakim pengadilan dari status tersangka pembunuhan, menuai kritik. Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri mengatakan, bebasnya buruh bangunan 27 tahun itu dari status hukum terkait kasus pembunuhan Vina dan Eky, mestinya tak perlu melibatkan nama-nama politikus, maupun pejabat dari pemerintahan dalam ucapan.

Reza mengatakan, rangkaian terima kasih Pegi untuk Jokowi, dan Prabowo itu terkesan adanya intervensi politik dalam bebasnya Pegi. Padahal kata Reza, kasus yang menyeret Pegi sebagai pesakitan, sampai dengan usaha pembebasannya, adalah murni karena persoalan hukum.

Baca Juga

“Kasus Pegi Setiawan ini, adalah semata-mata masalah hukum. Tapi di mana relevansi penegakan hukumnya ketika Pegi Setiawan mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi (dan Prabowo),” kata Reza dalam pesannya kepada Republika, Kamis (11/7/2024).

Menurut Reza, ucapan terima kasih Pegi terhadap Jokowi dan Prabowo itu justeru merugikan. Sebab, kata Reza, mengundang spekulasi adanya intervensi politik dalam proses hukum selama ini.

“Sekali lagi, apa relevansinya atau kontribusi Presiden Jokowi (dan Prabowo), atas kasus Pegi. Justeru bisa dianggap seolah-olah ada intervensi politik atas kasus Pegi. Dan anggapan seperti itu, justeru merugikan Pegi sendiri, di samping memunculkan aroma kurang sedap tentang independensi otoritas penegak hukum,” kata Reza.

Reza melanjutkan, publik mungkin masih menerima ucapan terima kasih Pegi terhadap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Meskipun ucapan terima kasih Pegi kepada Kapolri itu, pun mulanya membikin bingung. Tapi kata Reza, ucapan terima kasih Pegi kepada Jenderal Sigit itu dapat ditakar selubung maksudnya.

Karena menurut Reza, bisa saja memang ada asistensi, maupun kritik Kapolri menyangkut prosedural penetapan tersangka Pegi oleh Polda Jawa Barat (Jabar). Pun juga kritik Kapolri atas kinerja penyidikan Polda Jabar.

Bahkan, menurut Reza, kemungkinan adanya penekanan dari Kapolri terhadap Polda Jabar agar kasus Pegi ini, memang tak layak untuk diteruskan.

“Siapa tahu memang Kapolri juga menekankan agar Kapolda selekasnya mengeluarkan SP-3 (penghentian perkara) atas Pegi, demi memenuhi rasa keadilan, dan kemanusiaan pascaputusan praperadilan. Dan itu, bisa dipahami mengapa Pegi mengucapkan terimakasih kepada Kapolri,” ujar Reza.

Namun ucapan terima kasih Pegi terhadap Jokowi, dan Prabowo semestinya tak perlu disampaikan. “Jadi jangan sampai ucapan terimakasih dari Pegi untuk Presiden Jokowi (dan Prabowo) itu menambah beban baru seolah-olah ada cawe-cawe politik dalam proses hukum,” kata Reza.

Dan hal tersebut, kata Reza, sudah tegas dinyatakan oleh hakim tunggal praperadilan Eman Sulaeman yang mengatakan, bebasnya Pegi sebagai tersangka adalah hasil dari proses objektif penegakan hukum. “Tegasnya perkataan Hakim Eman Sulaeman, mengatakan tidak ada kepentingan yang bisa merusak objektivitasnya dalam membuat putusan sidang praperadilan,” kata Reza.

photo
Kejanggalan kasus Vina Cirebon. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement