Ahad 07 Jul 2024 18:16 WIB

Anak-Anak Gaza Kumpulkan Makanan dan Air Bersih Hingga 8 Jam Agar Bisa Makan

Israel tak kunjung menghentikan penyerbuan ke Jalur Gaza.

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Anak-anak berteriak dan menangis saat antre untuk mendapatkan makanan di kamp Khan Younis, Jalur Gaza Selatan. Menurut UNRWA, anak Gaza menghabiskan hingga 8 jam untuk mengumpulkan makanan.
Foto: AP Photo/Jehad Alshrafi
Anak-anak berteriak dan menangis saat antre untuk mendapatkan makanan di kamp Khan Younis, Jalur Gaza Selatan. Menurut UNRWA, anak Gaza menghabiskan hingga 8 jam untuk mengumpulkan makanan.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA --

Anak-anak di Jalur Gaza, Palestina, menghabiskan waktu hingga 8 jam sehari untuk mengumpulkan makanan dan air bersih. Menurut badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), hal tersebut terjadi akibat agresi berkelanjutan Israel di Jalur Gaza.

Baca Juga

“Anak-anak di Gaza bisa menghabiskan 6—8 jam sehari mengumpulkan air dan makanan, bahkan mereka harus membawa beban berat dan berjalan jauh,” demikian UNRWA dalam pernyataannya di media sosial, Sabtu (6/7/2024).

“Fasilitas sanitasi dan infrastruktur rusak parah, sehingga memaksa ribuan keluarga mengandalkan air laut untuk mencuci, mandi, dan bahkan minum,” kata badan PBB tersebut.

Israel tak kunjung menghentikan penyerbuan ke Jalur Gaza meski Mahkamah Internasional (ICJ) memerintahkan Israel, melalui putusannya yang bersifat mengikat, untuk menghentikan serangan di Rafah yang diduga melanggar Konvensi Genosida.

Serangan Israel ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan setidaknya 38.089 warga Palestina dan melukai lebih dari 87.705 lainnya.

Selain itu, setidaknya 10 ribu orang masih belum diketahui nasibnya dan diduga masih tertimbun reruntuhan bangunan yang hancur akibat bom Israel. Organisasi internasional dan Palestina turut menyebut bahwa sebagian besar korban yang tewas dan cedera adalah wanita dan anak-anak.

Agresi Israel juga menyebabkan hampir dua juta warga Palestina terusir dari tempat tinggalnya, sehingga menyebabkan eksodus pengungsi Palestina terbesar sejak tragedi Nakba pada 1948. Sebagian besar dari mereka terpaksa mengungsi di kota Rafah yang berbatasan dengan Mesir.

sumber : WAFA-OANA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement