Senin 10 Jun 2024 15:58 WIB

Kesaksian Eks Anak Buah di Persidangan: SYL Pernah Larang Kakaknya "Main Proyek"

Malik dihadirkan sebagai saksi meringankan SYL di persidangan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Israr Itah
Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi Syahrul Yasin Limpo dalam persidangan (ilustrasi).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi Syahrul Yasin Limpo dalam persidangan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) disebut melarang keras keluarganya "main proyek" atau memanfaatkan jabatan untuk kepentingan sendiri.

Hal tersebut dikatakan oleh Abdul Malik Faisal sebagai mantan anak buah SYL saat menjabat sebagai Bupati Gowa hingga Gubernur Sulawesi Selatan. Malik dihadirkan sebagai saksi meringankan atau a de charge dalam kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi yang menjerat SYL pada Senin (10/6/2024).

Baca Juga

Awalnya, Malik menjelaskan soal karakter SYL saat menjadi pejabat negara. Malik mengingat mantan Bupati Gowa itu jarang berada di kantor.

"Pak Syahrul itu kalau saya lihat bekerja 80 persen di lapangan cuma 20 persen di kantor. Semua kecamatan didatangi," kata Malik dalam persidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (10/6/2024).

Selain itu, SYL disebut Malik tidak pernah membicarakan soal uang atau proyek di pemerintahan. Apalagi saat menjabat sebagai Bupati Gowa, kakak dari SYL yang merupakan anggota DPR disebut sempat marah lantaran dilarang mendapat proyek.

"Sampai saudaranya sendiri yang pada saat itu anggota DPR marah, dia bilang 'kenapa saya dilarang dapat proyek di Gowa. Saya ini juga pengusaha meskipun saya anggota DPR'. Saudara kakaknya sendiri pada saat itu marah," kata Malik menjelaskan.

Oleh karena itu, Malik menganggap kalau mantan atasannya itu merupakan pejabat bersih. Malik mengatakan, SYL marah jika masalah proyek sampai di provinsi.

Sebelumnya, JPU KPK mendakwa SYL melakukan pemerasan hingga Rp 44,5 miliar. Sejak menjabat Menteri Pertanian (Mentan) RI pada awal 2020, SYL disebut mengumpulkan Staf Khusus Mentan RI Bidang Kebijakan Imam Mujahidin Fahmid, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono, mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta dan ajudannya, Panji Harjanto.

Mereka lantas diminta melakukan pengumpulan uang "patungan" dari semua pejabat eselon I di Kementan untuk keperluan SYL. Perkara ini menjerat Syahrul Yasin Limpo, Kasdi Subagyono, dan Muhammad Hatta.

Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e, atau Pasal 12 Huruf F, atau Pasal 12 huruf B Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement