Kamis 06 Jun 2024 15:04 WIB

Wamenhan Soal Revisi UU TNI: Kekhawatiran Dwifungsi Itu Terlalu Berlebihan

Zaman sekarang tak bisa dibandingkan dengan masa saat terjadinya dwifungsi ABRI.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Erik Purnama Putra
Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Letjen (Purn) M Herindra di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Letjen (Purn) M Herindra di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Letjen (Purn) M Herindra menanggapi bergulirnya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Salah satu yang ditanggapinya, terkait potesi lahirnya kembali dwifungsi TNI yang dikhawatirkan publik.

"Kan negara demokrasi lah, nggak mungkin kita balik kayak dulu lagi. Kekhawatiran itu (dwifungsi TNI) terlalu berlebihan bagi saya," ujar Herindra di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024).

Baca: Kepala Bakamla Dorong Terbentuknya ASEAN Coast Guard

Dia pun menjamin tak akan terjadinya kembali supremasi militer lewat revisi UU TNI. Menurut Herindra, zaman sekarang tak bisa dibandingkan dengan masa saat terjadinya dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

 

"Itu kan zaman dulu, jangan dibandingkan, oke lah dulu mungkin ada yang namanya traumatis masa lalu, tetapi mari kita lihat dalam apa tuh istilahnya kondisi sekarang ini," ujar mantan Danjen Kopassus itu.

Baca: Dubes Sebut Kontrak RI Beli Sukhoi Su-35 Belum Dibatalkan

Herindra menganggap, pemikiran TNI bisa disumbangkan jika dibutuhkan instansi lainnya. "Karena saya pikir banyak sekali tenaga-tenaga TNI yang masih bisa kita perlukan seperti yang disampaikan panglima TNI tadi, dan kita tidak semena-mena lah pasti itu. Tentunya kan itu permintaan tergantung kementerian yang terkait," ucap Herindraya.

DPR telah menetapkan revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi RUU usul inisiatif DPR. Namun, kedua revisi tersebut justru akan dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR, bukan komisi yang terkait.

Polri merupakan mitra kerja dari Komisi III DPR yang membidangi hukum. Sedangkan TNI dipegang oleh Komisi I DPR yang berkaitan dengan pertahanan dan teknologi komunikasi. "Kemarin diputuskan di dalam rapat Bamus, keempat RUU itu akan dibahas di Baleg," ujar Supratman Andi Agtas di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa.

Baca: Bertemu Presiden Zelenskyy, Prabowo Juga Bahas Kondisi Gaza

Revisi UU TNI dan UU Polri diklaimnya dilakukan karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sehingga kedua revisi tersebut sudah masuk ke RUU kumulatif terbuka dan tak ada kesan terburu-buru dari Baleg.

Supratman menjelaskan, revisi UU TNI dan UU Polri hanya berkutat terhadap usia pensiun. Salah satunya juga karena menyesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Fokusnya kita adalah menyangkut usia pensiun supaya memenuhi kesetaraan di antara semua aparatur sipil negara, baik itu TNI, Polri, dan lain sebagainya," ujar politikus Partai Gerindra itu.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement