Kamis 16 May 2024 23:46 WIB

Tak Segera Penjarakan Bupati Mimika, KPK Dinilai Tebang Pilih 

Eltinus terbukti bersalah lakukan korupsi pembangunan gereja

Rep: Rizky Suryandika / Red: Nashih Nashrullah
Bupati Mimika Eltinus Omaleng bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK (ilustrasi). Eltinus terbukti bersalah lakukan korupsi pembangunan gereja
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Bupati Mimika Eltinus Omaleng bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK (ilustrasi). Eltinus terbukti bersalah lakukan korupsi pembangunan gereja

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum mengeksekusi Bupati Mimika Eltinus Omaleng ke penjara. Padahal, Mahkamah Agung (MA) melalui putusan kasasi menyatakan Eltinus Omaleng divonis 2 tahun penjara.

MA memutuskan Eltinus terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus pembangunan Gereja Kingmi Mile 32. Sikap diam KPK itu lantas dipertanyakan. 

Baca Juga

Pakar hukum tata negara Universitas Udayana, Jimmy Z. Usfunan mengkritik lambatnya eksekusi KPK terhadap perkara Bupati Mimika Eltinus Omaleng. Jimmy menyebut KPK terkesan tebang pilih dalam menangani perkara dugaan korupsi.

"Dengan belum dilakukan eksekusi oleh KPK, akan adanya kesan tebang pilih dalam penegakan hukum di masyarakat, termasuk munculnya anggapan menurunnya profesionalisme lembaga antirasuah tersebut," kata Jimmy kepada wartawan, Kamis (16/5/2024).

Jimmy menyayangkan lambatnya eksekusi putusan MA oleh KPK. Apalagi, Eltinus Omaleng tetap berkantor dan menjalankan aktivitasnya sebagai Bupati Mimika pasca putusan MA.

Selain itu, belum adanya eksekusi putusan MA dinilai berpotensi memunculkan tindakan penyalahgunaan wewenang yang seharusnya telah kehilangan legalitas sebagai kepala daerah.

"Dengan adanya putusan MA, maka saat itu juga aktivitasnya sebagai Bupati otomatis harus terhenti, jika dipaksakan selain tindakan atau keputusannya tidak sah, beban anggaran yang dikeluarkan APBD akibat keputusan Bupati, akan menjadi persoalan hukum tersendiri nantinya," ucap Jimmy.

Selain itu, Jimmy menyayangkan sikap Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang tidak menonaktifkan Eltinus Omaleng dari jabatan Bupati, sebagai tindak lanjut Putusan MA. Menurut Jimmy, Kemendagri seharusnya memberhentikan Bupati Mimika serta melakukan pengisian terhadap jabatan Bupati Mimika yang ditinggalkan tersebut. 

Apalagi, dalam konstruksi UU Pemerintahan Daerah maupun UU Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali kota, menghendaki agar tidak terjadinya kekosongan jabatan kepala daerah.

"Sehingga ketika ada Bupati yang divonis dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka harus diberhentikan segera dan diganti oleh Wakil Bupati, karena menyangkut penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang tidak boleh berhenti, terlebih aktivitas pelayanan publik," Jimmy.

Diketahui, MA mengabulkan upaya hukum kasasi yang dilayangkan JPU KPK terhadap Bupati Mimika, Papua Tengah, Eltinus Omaleng. Eltinus divonis dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair dua tahun penjara. "Kabul," demikian bunyi amar putusan kasasi, Kamis (25/4/2024).

Perkara itu diadili oleh Ketua Majelis Hakim Agung Surya Jaya bersama dengan Hakim Agung Ansori dan Hakim Agung Ainal Mardhiah sebagai anggota. Perkara itu teregistrasi dengan nomor 523 K/Pid.Sus/2024.

Hakim tingkat kasasi menilai Eltinus Omaleng terbukti secara sah melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP sehingga, putusan kasasi ini mengubah putusan Pengadilan Negeri (PN) Makassar Nomor 2/Pid.Sus-Tpk/2023/PN.Mks yang sempat melepaskan Eltinus Omaleng dari segala tuntutan JPU KPK.

Eltinus sempat diadili atas dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tahap I yang diduga merugikan keuangan negara Rp 14,2 miliar ini di PN Makassar. Namun, PN Makassar menyatakan Eltinus Omaleng tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi pembangunan rumah ibadah itu. JPU KPK langsung mengajukan upaya hukum kasasi atas vonis itu. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement