Rabu 15 May 2024 16:02 WIB

Demokrat Setuju Revisi UU Kementerian Negara: Timing-nya Pas

Baleg DPR telah memulai pembahasan revisi UU Kementerian Negara.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua Badan Pembina Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (BPOKK) DPP Partai Demokrat, Herman Khaeron.
Foto: Republika/ Nawir Arsyad Akbar
Ketua Badan Pembina Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (BPOKK) DPP Partai Demokrat, Herman Khaeron.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Herman Khaeron mengatakan, revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tak berkaitan dengan susunan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Menurut dia, revisi yang berlangsung usai terpilihnya Prabowo hanyalah kebetulan saja.

"Timing-nya pas saja, timing-nya pas. Kita juga mengevaluasi, kita juga memonitor perjalanan implementasi undang-undang ini dan tentu pada akhirnya klop," ujar Herman di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).

Menurut Herman, DPR RI melihat adanya urgensi terkait pemerintahan dalam menghadapi tantangan ke depan. Namun, bertambah atau berkurangnya nomenklatur kementerian tentu bergantung sahnya UU Kementerian Negara yang baru dan kewenangan Prabowo.

"Tentu hal-hal yang memang terkait dengan dinamika perpolitikan nasional dan kebutuhan terhadap pemerintahan ke depan. Kalau kebutuhannya nambah, ya harus ditambah gitu, kalau size-nya negara ini penduduknya juga semakin meningkat yang harus ditambahkan demi keefektivan negara," ujar Herman.

Baleg telah memulai pembahasan revisi UU Kementerian Negara. Pembahasan dimulai dengan mendengar kajian dari tenaga ahli Baleg terkait revisi yang diisukan untuk menambah nomenklatur kementerian dari 34 menjadi 40.

Latar belakang revisi UU Kementerian Negara diklaimnya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 79/PUU-IX/2011. MK dalam putusannya menyatakan bahwa penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Putusan MK tersebut juga menjelaskan, Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945 tidak membatasi presiden dalam menetapkan jumlah menteri negara yang diangkat atau diberhentikan. Lalu, efektivitas penyelenggaraan pemerintahan negara hukum yang demokratis sesuai dengan UUD 1945.

"Maka kemudian diusulkan di dalam rancangan materi muatan RUU ini yang pertama penjelasan Pasal 10. Karena sebelumnya ada kata-kata wakil menteri adalah pejabat karier itu mengikuti putusan MK," ujar Tenaga Ahli Baleg dalam rapat pleno presentasi kajian revisi UU Kementerian Negara, Selasa (14/5/2024).

Selanjutnya, mereka juga akan merevisi Pasal 15 UU Kementerian Negara. Sebab dalam pasal tersebut, mengatur secara khusus jumlah kementerian sebanyak 34.

"Kemudian yang kedua berkaitan dengan rumusan Pasal 15. Pasal dirumuskan berbunyi sebagai berikut, 'Jumlah keseluruhan kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 semula berbunyi paling banyak 34 kementerian', kemudian diusulkan perubahannya menjadi 'ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan'," ujar Tenaga Ahli Baleg tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement