Senin 22 Apr 2024 15:13 WIB

Saldi Isra: Penyalahgunaan Bansos Bisa Ditiru di Pilkada

Saldi Isra menjadi hakim konstitusi yang berbeda pendapat dalam putusan MK.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Ketua MK  Suhartoyo (kanan) dan Hakim MK Saldi Isra (kiri) menunjukan peta pembagian bansos yang di lakukan presiden saat sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024). MK memanggil empat Menteri kabinet Jokowi-Maruf dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2024 yakni Menko PMK, Menko Perekonomian, Menkeu dan Mensos.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua MK Suhartoyo (kanan) dan Hakim MK Saldi Isra (kiri) menunjukan peta pembagian bansos yang di lakukan presiden saat sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024). MK memanggil empat Menteri kabinet Jokowi-Maruf dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2024 yakni Menko PMK, Menko Perekonomian, Menkeu dan Mensos.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan perkara sengketa hasil pemilihan presiden (Pilpres) 2024 yang diajukan pemohon Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar. Ia mengatakan, ada dua hal yang membuat dia mengambil dissenting opinion.

Pertama adalah penyaluran bantuan sosial (bansos) yang dianggap menjadi alat pemenangan salah satu pasangan calon pada Pilpres 2024. Kedua adalah keterlibatan aparat negara dan penjabat (pj) kepala daerah.

Baca Juga

"Pembagian bansos atau nama lainnya untuk kepentingan elektoral menjadi tidak mungkin untuk dinafikan sama sekali," ujar Saldi menyampaikan dissenting opinion-nya, Senin (22/4/2024).

Sebagai hakim konstitusi, ia mengemban kewajiban moral untuk mengingatkan agar penyalahgunaan bansos tak terjadi lagi. Terutama dalam kontestasi terdekat, yakni pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.

"Penggunaan anggaran negara atau daerah oleh petahana, pejabat negara, ataupun oleh kepala daerah demi memenangkan salah satu peserta pemilihan yang didukungnya dapat dimanfaatkan sebagai celah hukum dan dapat ditiru menjadi bagian dari strategi pemilihan," ujar Saldi.

"Maka akan menjadi pesan jelas dan efek keju, deterrent effect kepada semua calon kontestan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah bulan November 2024 yang akan datang untuk tidak melakukan hal serupa," sambungnya.

Ia menjelaskan, banyak kajian dan literatur yang menjelaskan penggunaan program pemerintah untuk memenangkan pasangan calon tertentu. Terdapat dua program yang kerap digunakan secara terselubung untuk pemenangan pasangan calon, yakni pembangunan proyek besar dan program yang bersentuhan langsung dengan pemilih.

Dalam hal tersebut, sulit untuk melihat presiden sebagai kepala negara dan pendukung pasangan calon. Sebab, program-program pemerintah tersebut dapat dikamuflasekan sebagai media untuk mendapatkan efek elektoral.

"Program dimaksud pun dapat digunakannya sebagai kamuflase dan dimanfaatkan sekaligus sebagai piranti dalam memberi dukungan atas pasangan calon peserta pemilu presiden dan wakil presiden," ujar Saldi.

photo
Kawal Bansos PPKM - (republika/daan yahya)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement