Senin 22 Apr 2024 13:00 WIB

Hakim MK: Jokowi Endorse Prabowo-Gibran tak Langgar Hukum

Tindakan Jokowi meng-endorse Prabowo-Gibran itu berpotensi menjadi persoalan etika.

Rep: Febryan A/ Red: Erik Purnama Putra
Hakim zmahkamah Konstitusi Ridwan Mansyur usai pelantikan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (8/1/2024).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Hakim zmahkamah Konstitusi Ridwan Mansyur usai pelantikan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (8/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan, tindakan Presiden Jokowi mempromosikan atau meng-endorse pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bukanlah pelanggaran hukum. Hal itu disampaikan dalam sidang pembacaan putusan perkara sengketa hasil Pilpres 2024 yang dimohonkan pasangan Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar.

"Bahwa dari sisi hukum positif mengenai pemilu, saat ini pola komunikasi pemasaran juru kampanye yang melekatkan citra dirinya kepada kandidat/paslon tertentu, bukanlah tindakan yang melanggar hukum," kata hakim konstitusi Ridwan Mansyur di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).

Baca: Menhan Prabowo Ditelepon Presiden Korsel Yoon Suk Yeol, Ada Apa?

Kendati demikian, kata Ridwan, majelis hakim menilai bahwa tindakan Jokowi meng-endorse Prabowo-Gibran itu berpotensi menjadi persoalan etika. Pasalnya, Jokowi adalah seorang presiden yang merupakan entitas negara. 

"Seharusnya presiden bersangkutan berpikir, bersikap, dan bertindak netral dalam ajang kontestasi memilih pasangan presiden dan wakil pdesiden yang akan menggantikan dirinya sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan," kata Ridwan.

Menurut majelis hakim, kata Ridwan, presiden pejawat (incumbent) mutlak harus rela menanahan atau membatasi dirinya tampil di muka umum yang dapat dianggap oleh masyarakat sebagai bentuk dukungan kepada salah satu peserta pemilu. Kerelaan diri presiden pejawat merupakan faktor utama untuk meningkatkan kualitas demokrasi.

Baca: Dari 10 Caleg Lolos ke Senayan dari Dapil Jatim I, Enam Orang Perempuan

"Namun kerelaan adalah wilayah moralitas, etis, ataupun fatsun, sehingga posisi yang berlawanan dengannya, yaitu ketidakrelaan, tentunya tidak dapat dikenakan sanksi hukum, kecuali apabila wilayah kerelaan demikian telah terlebih dahulu dikonstruksikan sebagai norma hukum larangan oleh pembentuk undang-undang," ujar eks jubir Mahkamah Agung (MA) tersebut.

Hingga berita ini ditulis, majelis hakim MK belum membacakan amar putusan atas gugatan Anies-Muhaimin ini. Permohonan dengan Nomor Perkara 1/PHPU.PRES-XXII/2024 ini meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 yang menyatakan Prabowo-Gibran meraih 96.214.691 suara (terbanyak).

Anies-Muhaimin juga meminta MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran sebagai peserta Pilpres 2024. Selain itu, mereka meminta MK memerintahkan KPU menggelar pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran.

Baca: Prabowo Tinjau SMP di Beijing yang Sediakan Makan Siang Gratis

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement