REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS – Hubungan mesra Amerika Serikat dan Uni Eropa yang terbangun sejak akhir Perang Dunia II di ujung tanduk. Doktrin strategi keamanan terbaru AS terkait benua biru itu dan pengabaiannya terhadap upaya Ukraina melawan Rusia jadi garis sengketa terkini.
Retakan hubungan terkini AS-Eropa terkait dilansirnya dokumen Strategi Keamanan Nasional AS pekan lalu. Dokumen itu dinilai mencerminkan perubahan besar dalam hubungan trans-Atlantik.
Dirilis pada Jumat pekan lalu, makalah kebijakan tersebut mengklaim bahwa Eropa menghadapi “penghapusan peradaban” karena migrasi besar-besaran ke benua itu. Selain itu, administrasi Presiden AS Donald Trump menilai sensor Uni Eropa yang “merusak kebebasan dan kedaulatan politik”.
Dokumen itu mengonfirmasi tidak hanya sikap permusuhan pemerintahan Trump terhadap Eropa tetapi juga ambisinya untuk melemahkan blok tersebut. Laporan tersebut mengatakan bahwa AS akan “menumbuhkan perlawanan” di blok tersebut untuk “memperbaiki arah yang ada saat ini”.
Hal itu, dalam praktiknya dinilai akan mewujud dalam bentuk dukungan Washington bagi kelompok-kelompok sayap kanan di berbagai negara Eropa. Kelompok itu yang selama ini berkoar-koar bahwa Eropa sedang diinvasi oleh imigran, utamanya dari negara Muslim. AS agaknya ingin memaksakan kebijakan antiimigrasi ketat yang kini berlaku di negara itu ke Eropa.
Selain beredarnya dokumen itu, sikap AS di bawah Trump yang cenderung menguntungkan Rusia dalam konflik dengan Ukraina juga membuat jengkel pihak-pihak di Eropa. Dalam proposal perdamaian yang ditawarkan AS itu, Ukraina dibujuk untuk menyerahkan sebagian wilayahnya yang direbut Rusia dalam perang belakangan.
Sikap terkini AS itu memicu kemarahan berbagai pemerintahan Eropa. Prancis meyakini Eropa harus mempercepat pengadaan persenjataannya sebagai respons terhadap perubahan drastis dalam doktrin militer AS, kata seorang pejabat pemerintah Prancis pada Selasa.
“Strategi keamanan Amerika yang baru merupakan klarifikasi yang sangat brutal terhadap postur ideologis Amerika Serikat,” Menteri Muda Angkatan Darat Prancis Alice Rufo mengatakan kepada anggota parlemen pada sesi tanya jawab mingguan Majelis Nasional.
“Kita hidup di dunia karnivora, Eropa bukanlah sebuah pulau terasing, dan Eropa akan dihormati hanya jika mereka tahu bagaimana membuat dirinya dihormati,” katanya. Pernyataan Rufo, yang sebelumnya menjabat sebagai wakil penasihat keamanan nasional Presiden Emmanuel Macron, merupakan komentar publik terkuat hingga saat ini dari para pejabat Prancis setelah dikeluarkannya Strategi Keamanan Nasional AS.
Presiden Dewan Pimpinan Nasional Eropa, António Costa, juga telah memperingatkan pemerintahan Donald Trump agar tidak mencampuri urusan Eropa. Dilansir the Guardian, Costa mengatakan sinyal bahwa Washington akan mendukung partai-partai nasionalis Eropa tidak dapat diterima.
Berbicara pada Senin, ia mengatakan ada perbedaan pendapat klasik dengan Trump mengenai isu-isu seperti krisis iklim. Namun strategi baru tersebut lebih berbahaya. “Yang tidak dapat kami terima adalah ancaman untuk ikut campur dalam politik Eropa,” katanya.
“Sekutu tidak mengancam untuk ikut campur dalam pilihan politik dalam negeri sekutunya,” kata mantan perdana menteri Portugal itu. “AS tidak dapat mendikte Eropa dalam hal visi kebebasan berekspresi… Eropa harus berdaulat.”
Dokumen strategi tersebut disambut baik pada akhir pekan oleh Kremlin, yang mengatakan bahwa dokumen tersebut “dalam banyak hal sesuai dengan visi kami.”