REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS), Sholeh Basyari, meminta Hakim Konstitusi Arsul Sani, tidak melakukan tindakan mempengaruhi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan mengadili gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Arsul diketahui sebelum menjadi Hakim MK merupakan politikus PPP.
“Memang Arsul Sani tidak akan ikut dalam sidah gugatan PPP karena memiliki relasi dengan penggugat. Tapi posisinya sebagai orang dalam tentu memiliki akses juga,” jata Sholeh, Senin (15/4/2024).
Selain itu, Sholeh juga menyarankan PPP tidak menggantungkan nasib mereka ke Arsul Sani. Sebagai partai yang turut membesarkan karir politik Sani. Hendaknya mendukung Arsul untuk menjaga integritas sebagai Hakim Konstitusi.
Menurut Sholeh, PPP sebaiknya fokus dan percaya diri supaya gugatan yang mereka ajukan masuk akal dan membuktikan ada kecurangan sehingga kans mereka mempertahankan kursi parlemen DPR RI terbuka.
“Saya meyakini para hakim MK termasuk pak Arsul Sani memiliki integritas. Jangan sampai PPP menggantungkan nasib dari pertolongan Arsul Sani,” ujar Sholeh.
PPP sendiri saat ini tengah berjuang mempertahankan kursinya di DPR untuk periode 2024-2029. Karena menurut rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), PPP tidak lolos lantaran gagal memenuhi ambang batas parlemen 4 persen.
PPP hanya mendapat 5.878.777 suara atau 3,87 persen. PPP masih berpeluang lolos ke Senayan seandainya gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang mereka ajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dikabulkan.
Lalu salah satu hakim MK, Arsul Sani merupakan mantan politikus PPP. Arsul aktif menjadi politikus partai berlambang Ka’bah itu sejak 2013-2024. Ia duduk menjadi Anggota DPR RI sejak tahun 2014 sampai 2024. Sebelum bergabung ke PPP, Arsul juga diketahui menjadi kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sejak 2008 sampai 2013.