REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pengakuan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) RI nonaktif Hasbi Hasan terkait intimidasi penyidik KPK terhadap dirinya hanya merupakan sensasi semata. Pasalnya, dalam sidang pembacaan tanggapan penuntut umum atas pembelaan (replik) Hasbi Hasan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (25/3/2024), Jaksa KPK Arif Rahman Irsady menyebutkan pengakuan tersebut tidak dibuktikan kebenarannya oleh Hasbi.
"Pernyataan terdakwa tersebut tentu harus dibuktikan kebenarannya disertai dengan adanya bukti-bukti, sehingga tidak menjadikan sebagai sebuah fitnah atau hanya ingin mencari sensasi semata," ujar Arif.
Dengan demikian, Arif meminta agar majelis hakim menolak dan mengesampingkan pernyataan tersebut. Permintaan tersebut diikuti dengan permohonan jaksa KPK kepada majelis hakim untuk menolak seluruh pembelaan Hasbi maupun penasihat hukumnya, serta menjatuhkan pidana sesuai tuntutan penuntut umum.
Menurut dia, pembelaan Hasbi Hasan dengan mengaku adanya intimidasi dari penyidik KPK hampir mirip dengan pembelaan Mantan Komisaris PT Wika Beton Dadan Tri Yudianto pada saat di persidangan beberapa waktu lalu. Adapun Dadan yang merupakan perantara dalam kasus Hasbi telah divonis pidana penjara selama lima tahun.
Apabila Hasbi merasa intimidasi tersebut merupakan suatu fakta dan telah dirugikan, jaksa mengatakan seharusnya Hasbi melaporkan kepada pihak yang berwenang agar pengakuan itu tidak menjadi isu liar yang menyesatkan tanpa ada alat bukti pendukung.
Apalagi, lanjut dia, Hasbi memiliki kapasitas keilmuan di bidang hukum dan sangat paham tentang proses hukum atas asas pembuktian hukum pidana dalam persidangan. Selain itu, Arif menambahkan, terdapat kejanggalan lainnya mengenai pengakuan Hasbi tersebut, yakni terdakwa baru menyampaikan adanya intimidasi pada saat pembacaan pembelaan atau pleidoi, di mana Hasbi telah melewati proses pembuktian di persidangan perkara terdakwa.
Dengan demikian, dirinya berpendapat Hasbi menyampaikan pengakuan intimidasi oleh oknum KPK tanpa disertai bukti hanya agar lepas dari jerat pidana serta dalam posisi tersudut karena fakta hukum yang terbukti di persidangan telah jelas membuktikan kebenaran suap dan gratifikasi yang dilakukan Hasbi.
"Pengakuan hanya dilakukan guna menggambarkan pribadi terdakwa sebagai seorang yang ter-zalimi selama proses hukum perkara, yang bertujuan mengaburkan adanya fakta kejahatan tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa," tuturnya.