Kamis 29 Feb 2024 18:25 WIB

Polisi Kini Didesak Berani Tangkap dan Tahan Firli Bahuri

Tindakan tegas terhadap Firli Bahuri dinilai bisa perkuat posisi penegakan hukum.

Ketua KPK Non Aktif Firli Bahuri usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta.
Foto:

Kasa hukum Firli Bahuri, Ian Iskandar, pada Rabu (28/2/2024) membantah bahwa kliennya menghilang pascaabsen dari pemeriksaan di Bareskrim Polri pada Senin (26/2/2024). Bahkan, Ian mengaku selalu berkomunikasi dengan kliennya tersebut setiap hari.

“Saya komunikasi tiap hari dengan beliau,” ujar Ian Iskandar saat dikonfirmasi awak media, Rabu (28/2/2024).

Selain itu, Ian Iskandar juga menyampaikan bahwa pihaknya telah membuat surat permohonan penundaan pemeriksaan. Namun Ian tidak membeberkan alasan Firli tidak memenuhi panggilan penyidik dalam rangka pemeriksaan sebagai tersangka

“Hari Senin tanggal 26 Februari kemarin ada panggilan dari penyidik Polda tapi kita sudah buat surat permohonan penundaan untuk dijadwalka ulang ke penyidik,” kata Ian Iskandar. 

Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum Firli yang lain, Fahri Bachmid mengatakan, dirinya sudah tak lagi bisa berkomunikasi dengan Firli. Dia pun mengaku tak mengetahui di mana keberadaan kliennya itu. Tim pengacara, kata Fahri, pun tak lagi mengetahui tentang langkah hukum seperti apa yang harus dilakukan untuk pendampingan terhadap Firli. 

“Saya lost contact (hilang komunikasi) sampai hari ini. Jadi saya tidak tahu perkembangan terkini,” begitu kata Fahri saat dihubungi wartawan via telepon dari Jakarta, Selasa (27/2/2024). 

Dalam kasus ini, meski Firli Bahuri telah ditetapkan sebagai tersangka, bahkan juga dicekal bepergian keluar negeri, namun yang bersangkutan tak kunjung ditahan sampai dengan saat ini. Untuk berkas perkara sudah sempat diserahkan ke Kejati DKI Jakarta tapi dianggap belum lengkap. Sehingga berkas perkara Firli Bahuri dikembalikan lagi penyidik untuk dilengkapi.

Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya menjerat Firli dengan sangkaan Pasal 12e, atau Pasal 12B, atau Pasal 11 UU Tipikor 31/1999 juncto Pasal 65 KUH Pidana. Sangkaan tersebut terkait dengan tuduhan pemerasan, dan penerimaan uang lebih dari Rp 7,4 miliar dari tersangka korupsi eks Mentan Syahrul Yasin Limpo. Pemberian uang tersebut, terkait dengan proses penyelidikan, dan penyidikan korupsi di Kementan yang saat itu dilakukan oleh KPK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement