REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Tri Tito Karnavian melakukan kunjungan kerja ke Kota Palembang, Sumatra Selatan (Sumsel), Selasa (20/2/2024). Agenda Tri Tito adalah meresmikan Gerakan Bedah Rumah Serentak (GBRSS), Gerakan Pembangunan Sanitasi Serentak (GPSSS), dan Gerakan Penanganan Stunting Serentak (GPSTSS) di Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Gandus, Palembang.
Kunjungan ketua umum Pembina Posyandu tersebut menjelaskan, salah satu fokus utama saat ini adalah program bedah rumah, sanitasi, dan penanggulangan stunting, yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang masih memerlukan perhatian.
"Bedah rumah, sanitasi dan penangulangan stunting merupakan dasar kebutuhan masyarakat dan banyak masyarakat yang membutuhkannya," ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (22/2/2024).
Menurut dia, Sumsel juga dapat menjadi contoh proyek pembangunan, meskipun setiap provinsi memiliki cara sendiri untuk mencapai percepatan pembangunan. "Dengan gerakan seperti ini diharapkan Sumsel menjadi contoh project pembangunan, dan Sumsel salah satu yang terbaik," jelas Tri Tito.
Dia menyatakan, program bedah rumah, sanitasi, dan penanggulangan stunting memberikan dampak positif signifikan bagi pembangunan di masyarakat. Hingga saat ini, menurut Tri Tito, bedah rumah sudah dilakukan sebanyak 8.279 ribu rumah, dan harapannya akan terus meningkat seiring berjalannya waktu.
Menurut Tri Tito, berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting masih di angka 21,6 persen pada 2022. Angka tersebut lebih rendah dibanding 2021 sebesar 24,4 persen. Dia menyebut, pemerintah menargetkan stunting di Indonesia akan turun menjadi 14 persen pada 2024.
"Agar dapat mencapai target tersebut, perlu upaya inovasi dalam menurunkan jumlah balita stunting 2,7 persen per tahunnya. Sumsel sudah bagus dan harus ditingkatkan lagi agar lebih bagus," ucap Tri Tito.
Dia melanjutkan, hasil penelitian, balita yang mendapat akses ke sanitasi layak, 1,45-8,51 kali lebih mungkin tidak terkena stunting. Saat ini, kata Tri Tito, banyak anak yang hidup di lingkungan sanitasi yang tidak layak memiliki risiko 40 persen mengalami stunting dan lebih tinggi di perdesaan 43 persen maupun pinggiran kota 27 persen dibanding dengan yang tinggal di perkotaan.