REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mendorong agar kasus pungli di Rumah Tahanan (Rutan) KPK dibawa ke ranah hukum pidana oleh polisi. Herdiansyah memprotes kasus yang baru selesai secara etik itu.
Herdiansyah menyoroti hukuman meminta maaf bagi 78 pegawai KPK yang terjerat kasus pungli. Herdiansyah menegaskan sanksi etik dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK tersebut mestinya tak menghentikan proses pidananya.
"Domain Dewas itu hanya soal etik. Dan sanksi etik tidak menghapus pidanya. Jadi perkara ini wajib diproses secara pidana," kata Herdiansyah kepada Republika, Jumat (16/2/2024).
Herdiansyah menyarankan pemidanaan para pegawai KPK ini dilakukan oleh kepolisian. Tujuannya guna menghindari konflik kepentingan di internal KPK sendiri.
"Tapi untuk menghindari konflik kepentingan secara menjamin objektifitas penanganan perkaranya, kasus ini mestinya ditangani oleh kepolisian, bukan KPK. Kalau ditangani KPK, kesannya jeruk makan jeruk," ujar Herdiansyah.
Selain itu, Herdiansyah mendorong para pegawai KPK yang terjerat kasus pungli untuk dipecat. Herdiansyah menekankan tak perlu ada toleransi terhadap mereka yang sudah merusak KPK dengan perilaku koruptif.
Dewas KPK pun tak menampik adanya opsi pemecatan. Hanya saja opsi itu baru bisa diambil oleh Sekjen KPK selaku pejabat pembina kepegawaian. Dewas KPK tak bisa lagi langsung memecat pegawai KPK semenjak mereka menjadi ASN. Kondisi itu membuat pegawai KPK terikat aturan disiplin ASN.
"Sanksi etik memang harus dijatuhkan dalam bentuk pemecatan secara tidak hormat. Tidak ada kompromi terhadap kejahatan dalam tubuh KPK. Tinggal memastikan proses pidananya juga berjalan," ucap Herdiansyah.
Diketahui, Dewas KPK menjatuhkan sanksi etik berat terhadap 78 pegawai KPK. Mereka terjerat kasus pungli di Rumah Tahanan (Rutan) KPK. Adapun 12 pegawai lainnya lolos dari sanksi etik karena diduga melakukannya sebelum Dewas KPK ada.
Mereka yang disanksi melakukan pelanggaran etik dan perilaku sesuai Pasal 4 Ayat (2) huruf b Peraturan Dewas KPK Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK. Dalam Peraturan Dewas KPK, sanksi berat yang dijatuhkan bagi pegawai memang berupa permintaan maaf secara langsung. Hal ini berdasarkan Pasal 11 Ayat (3) Peraturan Dewas KPK Nomor 03 tahun 2021.
Dewas KPK memutuskan tak ada hal-hal yang meringankan bagi para terperiksa. Tapi Dewas KPK mencantumkan sejumlah hal memberatkan yaitu perbuatan para terperiksa dilakukan terus menerus, merusak kepercayaan publik terhadap KPK, perbuatan para terperiksa tak mendukung pemberantasan korupsi.
Awalnya, kasus pungli ini didapati Dewas KPK lewat temuan awal hingga Rp 4 miliar per Desember 2021 sampai Maret 2023. Uang haram tersebut diduga berhubungan dengan penyelundupan uang dan ponsel bagi tahanan kasus korupsi.
Dewas KPK lantas melakukan rangkaian pemeriksaan etik. Dari proses itu, ditemukan jumlah uang pungli di Rutan KPK ditaksir di angka Rp 6 miliar sepanjang tahun 2018-2023.
Untuk menyelundupkan ponsel ke dalam rutan KPK, tahanan wajib menebusnya dengan uang sekitar Rp 10 juta hingga Rp 20 juta. Parahnya lagi, ada uang bulanan yang wajib dibayarkan.
Dalam perkara etik ini, Dewas KPK pun mengantongi 65 bukti berupa dokumen penyetoran uang dan lainnya. Mereka menerima uang agar tutup mata atas penggunaan ponsel di dalam Rutan KPK.