REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permasalahan yang muncul dalam Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilu (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) ramai disorot banyak pihak. Penggunaan Sirekap sebagai alat bantu dinilai menimbulkan kerancuan atas hasil penghitungan rekapitulasi suara.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Kaka Suminta mengatakan, terdapat beberapa hal yang menjadi sorotan dalam penggunaan Sirekap. Salah satunya, penggunaan Sirekap di TPS menimbulkan hambatan bagi petugas KPPS.
"Pada saat penggunaanya oleh operator di tingkat TPS, Sirekap menimbulkan hambatan, kerancuan dan berbagai kesalahan, yang selain menggangu juga menghambat kinerja KPPS secara keseluruhan," kata dia melalui keterangan tertulis, Jumat (16/2/2024).
Kaka menambahkan, buruknya kinerja Sirekap juga dapat dilihat ketika sistem aplikasi itu sempat down pada Rabu (14/2/2024) petang hingga Kamis (15/2/2024) pagi. Alhasil, data yang masuk hingga saat ini baru mencapai 50 persen. Padahal, saat ini proses penghitungan suara di TPS sudah selesai.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti kesalahan akurasi pembacaan Sirekap yang muncul di website pemilu2024.kpu.go.id. Dampaknya, Sirekap menimbulkan keresahan dan spekulasi.
"Intinnya mengganggu suasana sosial dan politik masyarakat pascapemungutan dan penghitungan suara yang berlangsung relatif lancar," ujar dia.
Karena itu, KIPP Indonesia meminta KPU untuk menghentikan proses Sirekap. KPU dinilai lebih baik untuk mengembalikan fungsi publikasi model C hasil dan C hasil salinan dengan menayangkan fotonya.
"KPU diminta fokus pada rekapitulasi manual berjenjang sebagaimana diamanatkan oleh UU Pemilu," kata dia.