Kamis 08 Feb 2024 17:20 WIB

ICMI Ajak Tokoh dan Akademisi Kampanye Pemilu Damai dan Saling Menghormati Hak Politik

ICMI imbau semua pihak menghormati hasil Pemilu 2024.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Erdy Nasrul
Logo ICMI
Foto:

Kata Jimmly, masyarakat, selaku pemilik suara, dan pemilik kedaulatan tertinggi punya pilihan masing-masing. Kata dia, boleh saja pemilik hak suara tak memilih para calon pemimpin peserta Pemilu dan Pilpres 2024 yang tak disukainya. Atau juga yang pernah membuatnya kecewa. Namun persoalannya, sikap tidak suka pemilik hak suara terhadap calon pemimpin, belum tentu serupa pandang oleh masyarakat, atau individu pemilik suara yang lainnya. Karena itu, Jimmly mengatakan, agar semua pihak, termasuk para tokoh, dan akademisi, saling menahan diri menyampaikan terbuka atas keyakinan pilihannya itu.

Termasuk kata dia, terhadap pemilik hak suara yang tak menggunakan haknya tersebut. “Kita jangan memilih paslon presiden, wakil presiden, caleg DPD, caleg DPR, dan DPRD dari partai politik yang memang tidak kita sukai, yang bahkan telah membuat kita sangat marah dengan penuh kebencian. Tetapi kita juga harus menghormati warga masyarakat lain yang juga memiliki hak dan kedaulatan yang sama seperti kita untuk memilih orang, atau partai yang kita tidak sukai,” kata Jimmly. 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga mengatakan, agar kontestasi politik menjelang 14 Februari 2024 tak lagi perlu diperkeras situasinya dengan sikap saling tuding-menuding. Sebab kata dia, kompetisi politik lima tahunan ini, semestinya cukup digebyarkan dengan cara-cara yang rileks. “Sadarilah bahwa keadaan hingar-bingar kontestasi politik ini, tidak lain hanyalah merupakan dinamuka permainan catur kekuasaan duniawi belaka. Pada waktunya, akan mereda, ketegangan akan pulih, dan kehidupan bersama sebagai bangsa, dan bernegara akan kembali berjalan damai dan sukses menuju Indonesia yang lebih cemerlang,” kata Jimmly. 

 

Karena itu, Jimmly meminta agar para intelektual, tokoh-tokoh bangsa, dan kalangan akademisi yang berusaha memperlihatkan objektivitas, dan netralitas pandangånnya, harus juga mengakui adanya kenyataan akan dinamika dan berkembangan menuju hari pemilihan. “Setia ekspresi sikap negatif yang ditujukan kepada pemerintah, kepada presiden sebagai pribadi, kepada kubu paslon melalui berbagai narasi, mudah untuk dipersepsi sebagai upaya mendukung salah-satu kubu. Termasuk dalam mendukung kubu 04,” begitu kata Jimmly.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement