REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menyatakan sebanyak 43 terdakwa dalam perkara narkotika dan pembunuhan dituntut hukuman mati di provinsi itu sepanjang 2023.
Kepala Kejati Aceh Joko Purwanto di Banda Aceh, Selasa (2/2/2024), mengatakan dari 43 terdakwa dituntut hukuman mati tersebut 40 diantaranya terlibat kasus narkoba. Sedangkan tiga terdakwa lainnya dalam kasus pembunuhan dan pemerkosaan disertai pembunuhan.
"Terdakwa kasus narkoba atau narkotika di Aceh sangat dominan. Dari 40 tuntutan mati tersebut sebagian diantaranya sudah inkrah atau memiliki kekuatan hukum tetap. Sedang, tiga lainnya untuk pembunuhan dan pemerkosaan disertai pembunuhan sudah inkrah," katanya.
Dari semua perkara dengan tuntutan pidana mati tersebut tersebut, tidak semua diputuskan dengan hukuman maksimal. Ada juga putusannya seumur hidup, 20 tahun penjara, dan lainnya ditingkatkan banding maupun kasasi di Mahkamah Agung.
Untuk eksekusi pidana mati, kata Joko Purwanto, sampai saat ini belum dilaksanakan. Pelaksanaan pidana mati memerlukan anggaran yang tidak sedikit dan pos anggarannya berada di Kejaksaan Agung.
"Para terpidana mati tersebut saat ini ditempatkan di berbagai lapas dan rutan di Provinsi Aceh dengan pengawalan ekstra ketat. Untuk eksekusinya, kami tunggu perintah dari Kejaksaan Agung," kata Joko Purwanto.
Kepala Kejati Aceh tersebut mengatakan penuntutan dengan pidana mati dilakukan untuk memberikan efek jera bagi pelaku lainnya agar tidak terlibat peredaran dan penyalahgunaan narkotika maupun obat terlarang dan zat aditifnya.
"Kami berharap penuntutan pidana mati terhadap pelaku narkoba tersebut untuk memberikan efek jera. Apalagi sekarang ini peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Aceh begitu mengkhawatirkan," kata Joko Purwanto.