Kamis 19 Jun 2025 22:08 WIB

Ketua YSHI: Empat Tantangan Bagi Keutuhan Indonesia

Ketua YSHI menilai ancaman radikalisme dan terorisme membahayakan keamanan.

Ketua Yayasan Sinergi Harmoni Indonesia (YSHI) Dr Ismail
Foto: YSHI
Ketua Yayasan Sinergi Harmoni Indonesia (YSHI) Dr Ismail

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR—Belakangan ini, Indonesia dihadapkan berbagai persoalan yang cukup mencekam. Mulai dari kasus korupsi, bahaya narkoba, aksi premanisme dan terorisme, serta masalah penyakit sosial. Hal itu disampaikan Ketua Yayasan Sinergi Harmoni Indonesia (YSHI), Dr. Ismail, S.Sos, M.Pem.I, saat menyampaikan pandangannya dihadapan peserta CPNS Angkatan ke-7, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI, di Masjid Ar-Rahman, Sentul, Bogor, Kamis (19/6), tentang Moderasi Beragama dalam Perspektif Kebangsaan.

Menurut Ismail, ada empat hal yang dihadapi bangsa ini dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keempat hal itu, ungkapnya, persoalan korupsi yang terus menggerogoti bangsa, kemudian masalah narkotika dan obat terlarang (narkoba), dan penyakit sosial. “Serta bahaya radikalisme dan terorisme,” ungkapnya.

Baca Juga

Ancaman radikalisme dan terorisme ini, kata dia, dapat membahayakan keamanan dan ketenteraman masyarakat Indonesia yang majemuk, baik agama, ras, suku, adat istiadat, dan budaya. “Negara ini menjadi besar karena menjadikan seluruh kepulauan di Nusantara sebagai pemersatu Indonesia, dan penyambung interaksi antarsuku, agama, dan adat-istiadat yang beragam,” ungkapnya.

Padahal, lanjut staf pengajar Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini, Presiden Prabowo SUbianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, telah membuat delapan visi kebangsaan yang disebut dengan Asta Cita. Salah satunya, ungkap Ismail, memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya, serta peningkatan toleransi antar-umat beragama untuk mencapai masyarakat yang adil dan Makmur.

Karena itu, kata dia, moderasi beragama menjadi kunci dalam mewujudkan kerukunan, kedamaian, dan toleransi, baik di tingkat lokal maupun global. “Moderasi beragama adalah sikap bijak dalam beragama untuk membantu terciptanya keselarasan sosial, dan keseimbangan di tengah perbedaan suku, agama, dan budaya,” ujarnya.

Moderasi, kata Ismail, merupakan sikap moderat untuk menciptakan kerukunan dan kedamaian umat beragama. Pada prinsipnya, tambah peraih gelar doktor dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini, sikap moderat (pertengahan) menjadi Langkah strategis dalam mencegah aksi terorisme dan radikalisme.

Ismail menyebutkan, ada empat pilar moderasi beragama yang dianut Kementerian Agama RI. Yakni komitmen kebangsaan (konsensus nasional), toleransi (jalan tengah atas perbedaan), anti kekerasan (vaksin ideologi), serta budaya dan tradisi, yakni keserasian dan kearifan lokal.

Sejalan dengan itu, konsensus nasional bangsa Indonesia telah menjadikan empat pilar kebangsaan yang harus dijaga, agar tidak goyah. Keempat pilar itu adalah Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Sikap toleran, saling menghargai dan menghormati, serta saling membantu, akan mampu menciptakan negeri yang baik dan damai,” ujar Ismail.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement