REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan menjawab pertanyaan mengenai masih dibutuhkannya lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau tidak untuk ke depannya. Ia mengaku KPK yang lahir sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2002 itu masih diperlukan di Indonesia, meski saat ini tengah terguncang akibat pimpinannya Firli Bahuri terjerat kasus suap.
"KPK, lembaga ini harus tetap ada, walaupun sifatnya adhoc, tapi ini adhoc untuk bangsa. Nah, usia bangsa ini infinite, enggak ada batasnya. Kalau sifatnya adhoc untuk organisasi barangkali hanya enam bulan, tapi kalau untuk bangsa usianya bisa panjang," ujar Anies saat menghadiri agenda 'Dialog Pers dan Capres dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)' di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Jumat (1/12/2023).
Anies menuturkan, KPK masih diperlukan keberadaannya untuk generasi masa depan. Menurutnya, lembaga antirasuah tetap berfungsi terutama untuk upaya preventif terhadap tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
"Kita masih membutuhkan KPK, terutama untuk tindak pencegahan, lalu tindak pidana korupsi yang disebabkan oleh keserakahan. Ini yang menurut saya mendasar," ujarnya.
Eks Mendikbud RI itu mengatakan, ada sejumlah faktor pemicu terjadinya tindak pidana korupsi. Selain faktor kebutuhan, yang berbahaya terutama adalah faktor keserahakan.
"Tindak korupsi yang dipicu karena kebutuhan, itu biasanya nilainya tidak besar. Tapi karena keserakahan, itu nilainya fantastis. Di dalam konteks ini kami melihat penting sekali menyegerakan Undang-Undang Perampasan Aset. Pemiskinan itu paling ditakutkan oleh koruptor," jelasnya.
Anies justru menekankan pada pentingnya pemrosesan UU tersebut dan segera disahkan. Sehingga praktek-praktek korupsi bisa ditekan karena jera atas pemberlakuan hukuman berupa pemiskinan.