Rabu 15 Nov 2023 00:05 WIB

Kuasa Hukum Yasin Limpo Sebut Ada Beda Persepsi Norma Putusan Praperadilan

Hakim menilai penetapan Yasin Limpo sebagai tersangka sesuai dengan prosedur dan sah.

Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kedua kiri) dikawal petugas usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (13/10/2023). Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang merupakan tersangka KPK pada kasus dugaan korupsi pemerasan dalam jabatan di Kementan itu diperiksa oleh penyidik gabungan Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dan Dittipimor Bareskrim Polri terkait kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri terhadap dirinya.
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kedua kiri) dikawal petugas usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (13/10/2023). Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang merupakan tersangka KPK pada kasus dugaan korupsi pemerasan dalam jabatan di Kementan itu diperiksa oleh penyidik gabungan Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dan Dittipimor Bareskrim Polri terkait kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri terhadap dirinya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kuasa hukum mantan menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Dodi Abdul Kadir mengatakan ada perbedaan persepsi mengenai norma undang-undang terkait penolakan gugatan praperadilan kliennya terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Hakim Tunggal Alimin Ribut Sujono.

Dodi mengatakan, berdasarkan Pasal 1 Ayat (2) KUHAP mengenai penetapan tersangka harus dilakukan dalam proses penyidikan. "Namun mengenai apa yang dijadikan pertimbangan majelis hakim itu kewenangan hakim untuk menginterpretasikan suatu UU,” kata Dodi usai sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (14/11/2023).

Baca Juga

Dodi menghormati keputusan Hakim Tunggal Alimin Ribut Sujono yang menolak gugatan praperadilan Syahrul Yasin Limpo (SYL) terhadap KPK. Namun, menurut dia, ketentuan penetapan tersangka ini harus menjadi perhatian pembuat undang-undang (UU) agar ada kepastian hukum bagi seseorang yang dijadikan tersangka.

"Karena proses pemeriksaan di dalam penyelidikan itu berbeda dengan di penyidikan," ujar Dodi.

Hakim Alimin Ribut Sujono dalam putusannya mengatakan, penetapan SYL sebagai tersangka oleh KPK telah sesuai dengan prosedur dan sah menurut hukum yang berlaku.

Karena itu status tersangka SYL tetap sah dan tak bisa digugurkan. "Mengadili dalam eksepsi, menolak eksepsi pemohon dalam pokok perkara, menolak permohonan praperadilan," kata Hakim Alimin.

Pada kesempatan yang sama, Perwakilan Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Iskandar Marwanto mengatakan keputusan Hakim Alimin sesuai yang diharapkan. "Memang penetapan tersangka SYL sudah berdasarkan dua alat bukti dan sudah dilakukan pemeriksaan sebelumnya," ujar Iskandar.

Dia menjelaskan, selama proses penyelidikan telah memeriksa calon saksi, dalam hal ini mereka yang dimintai keterangan sebagai bukti permulaan dalam penyelidikan. Kemudian, pada tahap penyidikan, KPK memvalidasi 50 saksi yang kemudian menjadi bukti yang diajukan ke persidangan gugatan praperadilan yang diajukan SYL.

KPK menyerahkan 166 alat bukti, termasuk di antaranya pembuktian material perkara, Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK), beberapa dokumen dan surat-surat, barang bukti petunjuk seperti telepon seluler (ponsel) dan saksi.

SYL mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan terkait penetapan status dirinya sebagai tersangka dalam kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).

KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi di Kementan. Yaitu SYL, Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta. Dalam kasus tersebut, SYL diduga membuat kebijakan personal meminta setoran dari para ASN eselon I dan eselon II di lingkungan Kementan.

SYL menentukan nominal uang yang harus disetorkan sebesar 4 ribu hingga 10 ribu dolar Amerika Serikat dan kemudian diserahkan setiap bulan ke SYL melalui Kasdi dan Hatta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement