REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII), Ari Wibowo, berpendapat Kejaksaan Agung (Kejagung) harus mendalami kemungkinan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam perkara pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanu Qosasi (AQ).
Hal ini disampaikan Ari menanggapi penetapan tersangka AQ dalam perkara terkait dana korupsi pembangunan BTS 4G Bakti Kominfo. “Untuk pencucian uang, masih harus didalami,” kata Ari, Rabu (8/11/2023).
Dijelaskanya, saat ini, jarang kasus korupsi yang tidak dilanjutkan dengan pencucian uang. Hal ini dilakukan untuk menyamarkan kasusnya. "Pelaku korupsi adalah makhluk rasional sehingga mereka akan berpikir bagaimana menyamarkan kasusnya, akhirnya terjadilah pencucian uang,” ungkap dia.
Ditambahkanya, hasil audit BPK justru sangat penting sebagai informasi awal ada tidaknya dugaan tindak pidana. Beberapa kasus besar merupakan pengembangan dari hasil audit BPK atau BPKP. Misalnya kasus Jiwasraya dan Asabri. "Belum lama Menteri BUMN melakukan koordinasi dengan Kejaksaan terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi dana pensiun BUMN yang juga tindak lanjut dari hasil audit BPK,” papar dia.
Karena itulah, lanjur dia, anggota BPK sangat rawan tersandung kasus korups. Hal ini karena hasil pemeriksaannya akan menjadi pintu masuk pengusutan kasus korupsi. "Achsanul Qosasi kan bukan anggota BPK pertama yang tersangkut kasus korupsi, sebelumnya juga sudah ada Rizal Djalil yang terlibat kasus suap. Dan sebelumnya ada beberapa juga,” papar Ari.
Karena peran BPK sangat besar dalam upaya pengungkapan kasus korupsi, menurut Ari, proses rekrutmennya harus diperbaiki agar terpilih orang-orang yang memiliki integritas dan independensi dalam menjalankan tugas di BPK.